A. PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Penulisan makalah tentang nilaiadiluhung
ini guna memenuhi tugas perkuliahan Kajian Puisi yang diampu oleh Abdul Wachid
B.S. Penulis mengambil judul “Nilai Adiluhung Pendidikan
Agama Dalam Buku Puisi Kepayang Abdul Wachid B.S Kajian Hermeneutika” karena
ingin mengkaji puisi-puisi karya Abdul Wachid B.S yang penuh dengan nuansa
Islamdan kental akan pendidikan Islamannya dengan menggabungkan teori
hermeneutika dan nilai adiluhung.
Akar kata hermeneutika berasal dari
Yunani dari kata kerja “hermeneuein” yang berarti “menafsiran” dan kata benda
“hermenia” yang berarti “interpretasi”(Arif Hidayat, 2012: 14). Adiluhung memiliki persamaan arti dengan kata luhur, mulia, tinggi
(Endarmoko,
2006: 6 via Arif Hidayat), sertanilai-nilai seni budaya yang wajib
dipelihara
(Alwi
dkk., 2007: 8 via Arif Hidayat).
Makna kata luhur
adalah
cita-cita yang mulia yang bersedia
mengorbankan
jiwa
dan raga.
Jadi
dapat
disimpukan
bahwa
Adiluhung
adalah
nilai-nilai luhur yang mampu
memberikan
kebijakan agar mengarah
kepada
kebenaran.
Suatu
kebenaran
akan
diperoleh
dengan
mudah
apabila
seseorang
memiliki
hati
atau
qalbu yang terjaga
dan
suci. Oleh
karena
itu, adiluhung
dapat
memberkan
pencerahan
berdasarkan
syariat yang terus
dilestarikan
meskipun
telah
terjadi
perubahan
ideology
masyarakat
(Arif Hidayat, 2012: 21).
Pembahasan mengenai puisi-puisi
karya Abdul Wachid B.S dalam buku kepayang sangat menarik untuk dibahas lebih
dalam karena di dalam buku kumpulan puisi tersebut banyak sekali puisi-puisi
yang bernuansa Islami. Tidak hanya itu, puisi tentang cinta dan juga realita sebuah
kehidupan banyak diangkat di dalam buku kumpulan kepayang. Banyak sekali nilai
pendidikan agama yang dapat diangkat dalam kumpulan puisi tersebut.
Penulisan makalah ini untuk mengkaji puisi-puisi karya Abdul Wachid B.S yang
penuh dengan nuansa Islam, dan kental akan pendidikannya dengan menggabungkan
teori hermeneutika dan nilai adiluhung.
3. Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Kajian Puisi yang diampu oleh
Abdul Wachid B.S. Menjelaskan serta menguraikan
mengenai nilai adiluhung pendidikan
agama dalam buku puisi kepayang Abdul Wachid B.S dengan menggabungkan teori hermeneutika
dan nilai adiluhung.
4. Manfaat
Semoga
dengan penulisan makalah ini dapat membantu pemahaman mengenai penggabungan
nilai adiluhung dan teori hermeneutika melalui buku kepayang Abdul Wachid B.S.
B. TEORI HERMENEUTIKA, HAKEKAT
ADILUHUNG, DAN HAKEKAT SIMBOL
1.
Teori Hermeneutika
Hermeniotika adalah teori tentang bekerjanya
pemahaman dalam menafsirkan teks (Ricoeur, 1981: 43 via Heru Kurniawan), dan
(Palmer2003: 8 via Heru Kurniawan) menjelaskan bahwa dua fokus dalam kajian
hermeniotika mencakup; (1) peristiwa pemahaman terhadap teks, (2) persoalan
yang lebih mengarah mengenai pemahaman dan interpretasi. Hal ini memperlihatkan
bahwa gagasan utama dalam hermeniotika adalah pemahaman pada teks.
Ricoeur (1981: 146 via Heru Kurniawan)
menjelaskan bahwa teks adalah sebuah wacana yang dibakukan lewat bahasa. Apa
yang dibakukan oleh tulisan adalah wacana yang dapat diucapkan, tetapi wacana
ditulis karena tidak diucapkan. Di sini, terlihat bahwa teks merupakan wacana
yang disampaikan dengan tulisan. Jadi, teks sebagai wacana, yang dituliskan
dalam hermeniotika Paul Rocoeur, berdiri secara otonom, bukan merupakan turunan
dari bahasa lisan, seperti yang dipahami oleh strukturalisme. Teks bukanlah
sekedar inskripsi (pembakuan ke dalam tulisan). Perwujudan wacana ke dalam
bentuk tulisan mempunyai beberapa ciri yang mampu membebaskan teks dari
berbagai wacana lisan. Riceour meringkas ciri-ciri ke dalam konsep yang disebut
“penjarakan” (distanction) yang
memiliki empat bentuk dasar. Pertama, makna yang dimaksudkan melingkupi
peristiwa ucapan. Kedua, berhubungan dengan relasi antara ungkapan
diinskripsikan dengan pengujar. Ketiga memperlihatkan ketimpangan serupa antara
ungkapan yang disampaikan dengan audien asli, yaitu wacana tulis, yaitu wacana
lisan yang dialamatkan kepada audienm yang belum dikenal, dan siapa saja yang
bisa membaca mungkin saja menjadi salah seorangnuya.
Teks sebagai wacana yang dikembangkan Recoeur
ini mengacu pada dialektika antara peristiwa dan makna, yaitu peristiwa sebagai
proposisi yang dianggap sebagai fungsi predikatif yang digabung dengan
identifikasi. Dengan demikian, wacana diaktualisasikan sebagai peristiwa; semua
wacana dipahami sebagai makna. Makna berarti menunjukkan pada isi
proposisional, seperti sintesis dua fungsi: identifikasi dan predikasi. Penekanan
dan pelampauan peristiwa dalam makna inilah yang menjadi ciri utama wacana
(Ricoeur, 1976:12 via Heru Kurniawan).
Dalam hal ini, Ricoeur
menekankan kajian hermeneutikanya pada pemahaman teks (otonomi semantik teks),
yang interpretasinya didasrkan pada teks. Oleh karena itu, konsep ini
membentangkan prosedurnya di dalam batas seperangkat makna yang telah
memutuskan tali-talinya dengan psikologi pengarangnya (Ricoeur, 1976: 30 via
Heru Kurniawan).
Penjelasan di atas
menyimpulkan bahwa kerangka analisis hermeneutika Paul Ricoeur beroperasi pada
teks sebagai dunia yang otonom. Teks mempunyai dunianya sendiri yang terbebas
dari beban psikologi mental pengarangnya. Teks adalah bahasa tulis yang memenuhi
dirinya sendiri, tanpa bergantung kepada bahasa lisan. Oleh karena itu,
interpretasi bergerak pada dua wilayah, yaitu “ke dalam” sense, yang berupa
“penjelasan” (explanationa) terhadap dunia dalam teks dan “ke luar” reference,
yang berupa “pemahaman” (understanding) terhadap dunia luar yang diacu oleh
teks. Penjelasan terhadap teks bersifat objektivitasi, sedangkan pemahaman
bersifat subjektivitas.
2.
Hakekat Adiluhung
Adiluhung memiliki persamaan arti dengan kata luhur, mulia, tinggi
(Endarmoko,
2006: 6 via Arif Hidayat), serta
nilai-nilai seni budaya yang wajib
dipelihara
(Alwi dkk., 2007: 8 via Arif Hidayat). Makna kata luhur adalah cita-cita yang mulia yang bersedia
mengorbankan
jiwa
dan raga.
Jadi
dapat
disimpukan
bahwa
Adiluhung
adalah
nilai-nilai luhur yang mampu
memberikan
kebijakan agar mengarah
kepada
kebenaran.
Suatu
kebenaran
akan
diperoleh
dengan
mudah
apabila
seseorang
memiliki
hati
atau
qalbu yang terjaga
dan
suci. Oleh
karena
itu, adiluhung
dapat
memberikan
pencerahan
berdasarkan
syariat yang terus
dilestarikan
meskipun
telah
terjadi
perubahan
ideology
masyarakat
(Arif Hidayat, 2012: 21).
Adiluhung
sendiri dapat dikatakan sebagai pandangan hidup yang memiliki kebenaran atas kehidupan
berdasarkan falsafah budaya. Suatu
kebenaran
akan
diperoleh
dengan
mudah
apabila
seseorang
memiliki
hati
atau
qalbu yang terjaga
dan
suci. Selanjutnya, penulis
mengemukakan
tentang
konsep
adiluhung.
Konsep adiluhung berakar padaa similasi budaya yang memiliki
keselarasan
dalam
suatu
pandangan. Keselarasan
itu
terliha
tpada
orientasinya
untuk
tidak
mengubah
keharmonisan
hidup.
Konsep
adiluhung
mengupayakan
adanya
pertalian yang kuat agar
tidak terjadi perselisihan. Dengan adanya konsep adiluhung ini, sesorang dapat menjaganilai (falsafah) yang baik agar keharmonisan
hidup
dapat
terjaga. Selanjutnya
dengan
adanya
nilai
falsafah yang sudah
mengakar
dalam
jiwa
maka
menjadikan
seseorang
mudah
dalam
memasuki
kejujuran
dan
kebenaran, keikhlasan, cinta
kasih sayang yang tulus terhadap sesama, alam semesta, serta kepadaTuhan.
3.
Hakekat Simbol
Membicarakan
tentang
arti
symbol
menurut
para
ahli.
Dalam
pembicaraan
mengenai
arti symbol
terdapat
perbedaan
pendapat
antara
para
ahli.
Abdul Hadi yang berpedoman
pada
pendapat Hans-Georg Gadamer
mengemukakan
bahwa symbol
berasal
dari
bahasaYunani “symballein” yang berarti
melontar
bersama.
Sedangkan Paul Riceour
mengemukakan
bahwa
simbol
adalah “sumballo” yang berarti menghubungkan atau menggabungkan. Pemakaian simbol di
dalam puisi terjadi karena adanya bahasa kiasan seperti metonimi, metafora,
ataupun personifikasi.
C. PUISI-PUISI BERNILAI ADILUHUNG
Simbol-simbol dalam nilai adiluhung yang
mampu menjadikan kumpulan puisi ini menjadi sebuah buku puisi berjudul Kepayang. Analisis simbol dalam buku puisi
kepayang lebih mengerucut pada realitas duniawi, adanya hubungan simbol
mikrokosmos dan makrokomos. Simbol-simbol dalam nilai adiluhung yang mampu
menjadikan kumpulan puisi ini menjadi sebuah buku puisi berjudul Kepayang. Simbol yang mampu memberikan
sebuah petunjuk lahir dan batin pada pembacanya untuk menjalani realitas
kehidupan yang dialaminya. Banyaknya puisi yang mengandung nuansa Islam antara
hubungan manusia dengan pencipta-Nya melalui pujian dan doa-doa yang selalu
diberikan kepada Sang Kuasa.
Dalam pembahasan tidak hanya membahas
mengenai simbol saja, tetapi juga mengenai nilai-nilai luhur yang mendasari
penulisan puisi tersebut. Nilai mengenai ilmu agama yang ditanamkan sejak dini
bisa menjadikan sebuah pondasi kehidupan di dunia.
1. Inventarisasi Simbol dalam Buku
PuisiKepayang
Inventarisasi
dan identifikasi simbol bertujuan untuk menentukan secara lebih rinci
simbol-simbol yang terkandung dalam buku puisi Kepayang karya Abdul Wachid B.S. Simbol perlu mendapatkan kebebasan
sebagai teks untuk menemukan dunianya (Arif Hidayat, 2012: 21). Simbol yang menjadi gagasan utama
adalah mikrokosmos dan makrokosmos yang saling berkaitan dan berkesinambungan,
pengalaman cinta kepayang dalam hidup, serta simbol puisi yang menduduki
pengungkapan pengetahuan atas pengalaman rohani.
Simbol
mikrokosmos dan makrokosmos dengan cinta kepayang memiliki hubungan yang sangat
erat. Di mana mikrokosmos dan makrokosmos merupakan hubungan antara manusia
dengan Tuhannya melalui pujian dan doa-doa yang selalu dipanjatkannya.
Sedangkan cinta kepayang adalah bagimana seorang manuisa telah dimabuk kepayang
dan sangat cinta kepada Tuhannya. Kesatuan antara keduanya teridentifikasi
dalam kedua simbol tersebut antara manusia dengan tuhannya, manusia yang sangat
cinta kepada Tuhannya akan selalu berdoa dan beribadah kepada Tuhannya sebagai
wujud rasa syukur. Namun persepsi dari para pembaca pasti berbeda-beda mengenai
kedua simbol tersebut.
1)
Mikrokosmos
dan Makrokosmos
Simbol
mikrokosmos dan makrokosmos merupakan perwujudan ungkapan hubungan antara
manusia dengan Tuhannya. Hubungan yang saling berkaitan erat dan tidak akan
bisa dipisahkan, antara pencipta dan yang diciptakan. Hubungan ini seperti
sebuah rantai yang selalu berputar dan saling memiliki hubungan timbal balik.
Di
Rumah Itulah
ada
sebuah besi batu yang
bertahtakan
lubuk hati :
sebuah rumah tempat memulai
dan mengakhiri pemujaan kepadamu, Hyang
(Abdul
Wachid B.S, 2012: 29)
Dalam sajak tersebut ada pelukisan
sebuah rumah tempat memulai dan mengakhiri pemujaan kepadamu, Hyang. Memulai
ini diawali dari sebuah rumah (masjid) dan diakhiri pula di rumah itu. Pemujaan
(beribadah/berdoa) kepada Tuhannya. Kegiatan yang dilakukan oleh (aku lirik)
kepada sang Hyang (Tuhan). Hubungan ini merupakan bagian dari simbol
mikrikosmos dan makrokosmos.
Di
Jum’at Yang Agung
Maka, saliblah
aku di jum’at yang agung ini
Dengan
keselamatan shalawat
Bukan dengan luka-luka ditangan
Apalagi di sini, di jantung hati (Abdul Wachid B.S,
2012: 48)
Dalam
sajak diatas simbol maka, saliblah aku di jum;at yang agung ini dengan
keselamatan shalawat mengungkapkan bahwa ada hubungan simbol mikrokosmos dan
makrokosmos. Manusia yang bershalawat (berdoa) meminta pertolongan kepada
Tuhannya atas rasa sakit yang telah dideritanya. Tuhan yang maha segalanya
pasti memberikan sebuah rahasia, dibalik sebuah kepedihan cobaan, pasti akan
ada kesenangan yang akan mengobati luka tersebut. Dengan cara berdoa dan
meminta kepada-Nya manusia pasti akan mendapatkannya.
2)
Cinta
Kepayang
Dalam
sejarah umat manusia, masalah utama yang sangat mendasar dan selalu berulang
adalah perkara cinta. Itulah masalah pling purba, paling klasik, dan senantiasa
up to date. Perkara cinta bisa
menjadi masalah pribadi yang sangat individual, tetapi juga bisa universal,
melewati ruang dan waktu, tak terikat usia, berlaku untuk semuanya. Masalah
cinta, begitulah cinta dengan berbagai macam aspeknya, ssemuanya dalah urusan
manusia yang penuh dengan misteri.
Setiap
manusia memiliki cara tersendiri untuk mengekspresikan rasa cintanya. Bagaimana
cara manusia itu mengungkapkan dan menyembunyikannya tergantung dari kualitas
manusia tersebut. Mengecerkan cintanya ke mana-mana sekedar hendak menarik
simpati dan mengejar popularitas, atau membagi cintanya dengan tulus, lepas,
tanpa beban dan tanpa pamrih.
Begitulah
cinta, cinta kepayang kepada sang Kholiq. Cinta yang akan selamanya, terkadang
manusia melupakan cinta kepada-Nya dikala manusia sedang senang, tetapi akan
berkebalikan ketika manusia sedang merasa susah pasti akan meningkat rasa cinta
kepada Tuhannya dan selalu meminta dan berdoa.
Jatuh Cinta Kepadamu
Seorang lelaki yang
bernyanyi di tangah malam
Berteriak-teriak
Memanggil-manggil nama
Mu!(Abdul
Wachid B.S, 2012: 6)
Sajak
di atas menceritakan seorang lelaki yang berteriak-teriak memanggil-manggil
nama Tuhannya, begitu dia dimabuk kepayang cinta kepada-Nya. Inilah wujud
ungkapan perasaan manusia terhadap Tuhannya, cinta yang tak pernah bisa saling
melepaskan namun terkadang manusia yang melupakan akan cinta kasih yang
diberikan oleh Tuhan. Perwujudan cinta yang sangat kurang berimbang antara apa
yang telah diberikan oleh Tuhan dan apa yang telah manusia berikan kepada
Tuhan.
Yang
Kepayang Hyang
Yang terang tatap
matamu
Yang terangi
tatap mataku
Yang Kepayang
Hyang di atas
Hyang (Abdul Wachid B.S, 2012: 20)
Yang
Kepayang Hyang, yang dimabuk kepayang oleh cinta Hyang (Tuhan), hampir seperti
itulah penafsirannya. Manusia merupakan salah satu bagian dari penciptaan
Tuhan. Manusia merupakan makhluk yang sangat kecil dimata Tuhan. Cinta yang
sangat besar yang dimiliki manusia kepada Tuhannya karena mengganggap dirinya
adalah bukan apa-apa dimata Tuhannya. Yang selalu bisa berdoa dan berharap akan
balasan cinta dari Tuhan untuk memberikan apa yang diinginkannya.
Buku
puisi Kepayangdalam pandangan
pembahasan ini tidak hanya dipandang sebagai ungkapan saja dan sebuah dikisi
metafora yang indah, tetapi juga sebagai ekspresi spiritual penulis yang bisa
mengajak para pembaca tehanyut melalui puisi-puisinya.
Kata
Hyang bisa dijumpai dalam puisi-puisi karya Abdul Wachid B.S pada buku Kepayang. Seperti pada sajak “Yang
Kepayang Hyang”, dan “Di Rumah Itulah”. Kata ini banyak dikaitkan dengan Sang
Pencipta (Tuhan).
Yang
Kepayang Hyang
Yang Kepayang Hyang
Yang berani sendiri berjaga di tengah malam
Yang berjalan tanpa kaki
Yang terbang tanpa sayap
Yang menggapai langit tanpa pesawat
Yang memeluk semesta cinta
Yang menyala oleh cinta (Abdul Wachid B.S, 2012: 20)
Di
Rumah Itulah
ada
sebuah besi batu yang
bertahtakan
lubuk hati :
sebuah
rumah tempat memulai
dan
mengakhiri pemujaan kepadamu, Hyang
(Abdul
Wachid B.S, 2012: 29)
Simbol
“Hyang” menjadi pilihan di dalam buku puisi Kepayang
untuk mengungkapkan atau menginterpretasikan Tuhan. Kata yang jarang sekali
digunakan oleh penulis lain dan merupakan ciri khas dari puisi Karya Abdul
Wachid B.S. Bagaimana cara memadukan kata Hyang dengan kata yang lain,
pemilihan diksi yang tapat dan indah pada sajak “Yang Kepayang Hyang”. Manusia
yang kepayang dan dimabuk cinta kepada Tuhannya. Hyang sebagai pencipta yang
tidak terkalahkan dan tiada tandingannya, tidak ada yang bisa seperti Sang
Hyang. Yang bisa membuat segala rasa cinta dan sayang yang diberikan kepada
manusia untuk saling mencintai sesamanya dan kepada Tuhannya.
a. Pemaknaan terhadap Simbol
1. Konsep Adiluhung tentang
Mikrokosmos dan Makrokosmos
Simbol mikrokosmos dan makrokosmos
dalam buku kumpulan puisi tersebut tidak begitu banyak. Tema utama yang
diangkat dalam buku Kepayang tersebut
adalah tentang cinta manusia kepada Tuhannya, seperti pada sajak “Yang Kepayang
Hyang”. Simbol mikrokosmos dan makrokosmos merupakan jalan atau jembatan menuju
pemaknaan cinta, kepayang, dan hyang. Pemunculan simbol mikrokosmos dan makrokosmos
banyak menggambarkan tentang hubungan yang sangat erat antara manusia dengan
Tuhannya. Hubungan cinta yang sangat besar dan memiliki timbal balik antara
manusia dengan Tuhannya melalui sebuah doa-doa, sebagai rasa syukur manusiaatas
segala yang telah diberikan oleh sang pencipta.
Simbol mikrokosmos dan makrokosmos
muncul melalui metode “ibadah dan doa-doa”, yaitu ibadah dan doa-doa yang dituliskan dalam puisi oleh penulis yang
menggambarkan bahwa manusia sedang berdoa kepada Tuhannya.
Di
Rumah Itulah
ada
sebuah besi batu yang
bertahtakan
lubuk hati :
sebuah rumah tempat memulai
dan mengakhiri pemujaan kepadamu, Hyang
(Abdul
Wachid B.S, 2012: 29)
Di
Jum’at Yang Agung
Maka, saliblah
aku di jum’at yang agung ini
Dengan
keselamatan shalawat
Bukan dengan luka-luka ditangan
Apalagi di sini, di jantung hati (Abdul Wachid B.S,
2012: 48)
Dari cuplikan sajak di atas
penggambaran mikrokosmos dan makrokosmos antara manusia dengan Tuhannya melalui
sebuah ibadah dan doa-doa. Di mana keduanya saling memiliki hubungan yang sangat
erat dan saling memiliki hubungan timbal balik.
2. Konsep Adiluhung tentang Cinta,
Kepayang, dan Hyang
Buku
puisi Kepayang tema utamanya adalah Cinta Kepayang Hyang.
Tema ini di ambil dari sajak “Yang Kepayang Hyang” yang merupakan jantung dari
kumpulan puisi tersebut. Di mana sajak “Yang Kepayang Hyang” menggambarkan
betapa agungnya Tuhan dan betapa manusia begitu sangat mencintai Tuhannya.
Hubungan manusia dan Tuhan yang sangat dekat melalui komunikasi sebuah ibadah
dan doa-doa. Cinta yang akan semakin menguat apabila semakin sering terjadinya
komunikasi antar keduanya.
Jatuh Cinta Kepadamu
Seorang lelaki yang
bernyanyi di tangah malam
Berteriak-teriak
Memanggil-manggil nama
Mu!(Abdul
Wachid B.S, 2012: 6)
Yang
Kepayang Hyang
Yang terang
tatap matamu
Yang terangi
tatap mataku
Yang Kepayang
Hyang di atas
Hyang (Abdul Wachid B.S, 2012: 20)
Di
Rumah Itulah
ada
sebuah besi batu yang
bertahtakan
lubuk hati :
sebuah
rumah tempat memulai
dan
mengakhiri pemujaan kepadamu, Hyang
(Abdul
Wachid B.S, 2012: 29)
“Yang Kepayang Hyang”, “yang
(manusia)”, “Kepayang (mabuk cinta kepayang)”, “Hyang (Tuhan)” apabila
disatukan memiliki arti bahwa manusia yang sudah dimabuk cinta oleh Tuhannya.
Manusia yang tak pernah bisa melapaskan cinta dari Tuhannya. Seperti adanya
hubungan timbal balik dan unsur saling menguntungkan antara keduanya. Hubungan
yang takk akan pernah dipisahkan dan akan saling mengingatkan antara yang satu
dengan yang lain.
D. KESIMPULAN
Adanya hubungan cinta yang sangat kuat
antara manusia dengan Tuhannya digambarkan dalam sajak “Yang Kepayang Hyang” di
dalam buku kumpulan puisi Kepayang karya
Abdul Wachid B.S. Bagaimana cara manusia berkomunikasi dengan Tuhannya melalaui
ibadah dan doa-doa yang dilakukannya. Hubungan yang sangat erat yang tak pernah
bisa dipisahkan dan berputar seperti sebuah rantai yang saling
berkesinambungan.
Nilai pendidikan agama di mana manusia
sebagai makhluk ciptaanya harus selalu mengingat sang penciptanya. Apa yang
telah diberikan-Nya, sebagai manusia pasti tidak akan pernah bisa membalas
semua yang telah diberikan. Hanya dengan cara beribadah dan berdoa sebagai
ungkapan rasa syukur kepada Tuhan, itulah cara yang terbaik supaya Tuhan juga
selalu mengingat dan memberikan yang terbaik untuk manusia juga.
Daftar Pustaka
Hidayat, Arif. 2012. Aplikasi Teori Hermeneutika dan Wacanaa
kritis. Purwokerto: STAIN Press Purwokerto.
Wachid B.S., Abdul.2012.Kepayang.Yogyakarta: Cinta Buku
Kurniawan, Heru.2012.Mistisisme Cahaya.Purwokerto : STAIN
PRESS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar