Kamis, 03 Desember 2015

JALAN ALTERNATIF MENUJU JALAN SASTRA



Jalan Alternatif Menuju Jalan Sastra

Bangku perkuliahan merupakan hal yang dilematis jika dilihat dari beberapa kacamata. Tidak lain tujuan setelah lulus adalah mendapatkan ijazah dan pekerjaan. Apakah itu saja cukup? Setiap orang akan memiliki ceritanya masing-masing. Di Yogyakarta banyak berdiri universitas, entah itu negeri maupun swasta. Tetapi tidak semua universitas memiliki jurusan sastra atau pendidikan bahasa dan sastra.
Jika menengok pada jurusan pendidikan bahasa dan sastra, bahwa output yang ingin dihasilkan adalah munculnya calon pendidik (guru), ahli bahasa, dan ahli sastra (sastrawan/kritikus sastra) yang tidak ‘abal-abal’. Sementara pada jurusan sastra sendiri sudah barang pasti harus memunculkan dosen sastra, sastrawan atau kritikus sastra. Artinya lulusan diharapkan memiliki ilmu pokok dari jurusan yang sudah ditempuh, yaitu pendidikan, bahasa, dan sastra. Ketiga hal ini tidak akan pernah dipisahkan di dalam jurusan sastra atau pendidikan bahasa dan sastra Indonesia, karena merupakan mata rantai yang akan saling berkait.

Senin, 24 Agustus 2015

CONTOH LAPORAN PPL UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA TAHUN 2014



LAPORAN KEGIATAN
PROGRAM PENGALAMAN LAPANGAN (PPL)
DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA


Disusun oleh:
1.      Alivia Novic                     11A06045
2.      Ardy Suryantoko              11003146
3.      Devi Bima Arditama         11A06033
4.      Dhewi Handayani             11004245
5.      Dwi Astuti                        11004258
6.      Ida Vinny Sudaningsih     11004273
7.      Indah Primaniarta Aji       11003001
8.      Iwan Bachtiar                   11004256
9.      Lita Septiani                      11003144
10.  Marisna Musyafrudin        11009037
11.  Miko Nugroho                  11009041
12.  Murti Sri Rahayu              11A08037
13.  Nidya Nurhaida                11004285
14.  Putri Nurmalita Sari          11003064
15.  Rachma Dewi Anjarsari    11A06028
16.  Septiyaningsih                   11004255
17.  Setiawan Gusmadi            11009038
18.  Tanjung Rinjani                 11A06036
19.  Tedi Hendrawan               11009017
20.  Tyas Erafitrie                    11A06041
21.  Vivi Ardyianti Ledy         11A06044
22.  Wahyu Oktamarsetyani    11A06028
23.  Wahyu Sukmajati              11A06032

FRAGMEN "SEJARAH" KOTA DINGIN (MEMUSOKAN LADANG YANG SUBUR)



ardysuryantoko@yahoo.com

Dingin tercecer di mana-mana, sebuah isyarat bahwa ini merupakan daerah lereng gunung. Kabut juga tidak begitu pekat, tetapi rajin datang setelah petang menyengat. Lampu-lampu jalanan yang khas, dan lubang-lubang jalan yang tidak pernah absen dari pergantian musim. Musim panas dan musim hujan. Musim rindu dan musim cemburu. Sementara para kembara sudah berulang kali melewati jalan yang sama. Hanya untuk bertemu atau sekedar menghabiskan waktu untuk bercakap tentang hal yang itu-itu saja.
Perjalanan memang tak pernah diketahui kapan awal dan kapan akhir, namun demikian pencarian harus selalu dilakukan. Salah satu yang dicari dalam perjalanan pulang kali ini adalah mencari kenangan yang terlupakan. Bukan, dilupakan lebih tepatnya. Beberapa hari menyusuri sudut kota sudah banyak perubahan, namun secara hakikat nama kotanya masih sama. Dan bagaimana dengan masyarakatnya, tak terlihat jauh berubah.

Senin, 29 Juni 2015

PUISI-PUISI YANG DIMUAT DI SUARA MERDEKA MINGGU 28 JUNI 2015



Anak-anak Angin
: bocah gimbal

isyarat jatuh dari pucuk pinus
bersama buah-buah kering
dingin digiring menuju perburuan

tanah-tanah tercacah
sementara jiwa semayam
dipendam pupuk kandang

seperti lebat kentang
berjejer di barisan bukit hyang
angin asyik berlari
habiskan waktu
terbangkan bau seledri
bumbui senja sepi

bocah-bocah tak henti
bermain kitiran bambu
berlari susuri tanah terjal
memintal jarak

tawa jatuh di ceruk bukit
bocah larung
dibawa anak-anak angin

jejak imaji, juni 2015

Kamis, 21 Mei 2015

Perempuan yang "Disukai" Lelaki



Perempuan yang “Disukai” Lelaki


            Ada harum yang semerbak, saat kaki-kaki mungil merambah bahu trotoar sepanjang mata membentang. Perempuan yang begitu saja lewat tanpa permisi, dengan busana yang aduhai. Harumnya menusuk sampai pangkal hidung. Dari yang tertutup sampai yang diumbar auratnya. Lelaki mana yang tidak ingin menggoda dan “memilikinya”. Sudah menjadi hal biasa ketika perempuan dengan pakaian yang serba mini, dan bukan menjadi persoalan lagi. Sebaliknya, akan menjadi persoalan ketika perempuan dengan aurat tertutup tetapi menggoda. Ah, inilah istilah keren saat ini, “Jilboobers”.
Menjamurnya sosial media dan gadget di golongan perempuan bisa menjadi bumerang tersendiri. Bagaimana peran sosial media dan gadget sangat berpengaruh besar terhadap tren hijabers. Merebaknya fenomena ini merupakan salah satu dampak dari kemajuan teknologi dan ketidakpuasan manusia terhadap apa yang dimilikinya.

Senin, 13 April 2015

Dua Puisi yang Dimuat di Koran Indopos (Minggu, 12 April 2015)



Mata Air Bima Lukar

maka angin mendengarkanmu
dan menumpahruahkan tirta
lalu tangan-tangan kecil menadahi setiap tetes
di lembah-lembah negeri hyang
di hulu rahim mata air
yang mengelinding seperti anak-anak
gunung asik bermain menanti kabar hujan

maka angin mendengarkanmu
dua sendang mengalir
menggulir suara sumbang resi bima
yang deras mengucur
membasuh bebatuan hulu
memikat drupadi ayu

Sabtu, 28 Februari 2015

RESENSI BUKU "MATAPANGARA" KARYA RAEDU BASHA

Mengembara Identitas Lokal Sampai Global



Judul Buku      : Matapangara
Pengarang       : Raedu Basha
Penerbit           : Ganding Pustaka
Tahun Terbit    : 2015
Cetakan           : Ketiga
Dimensi Buku : 13 x 19 cm+68 halaman
Harga Buku     : Rp29.000,00
ISBN               : 978-602-1638-30-9

Ada wangi Madura yang begitu khas berbaur wangian negeri asing. Seperti mencari wangi garam sambil mendengarkan aransemen musik Kitaro, kemudian melayang-layang menjelajah sahara, melintasi gunung sambi memerangi kesepian di Eropa hingga ke urban barat penuh warna dunia yang membedah mata. Pelbagai persoalan kehidupan dikemas dengan rapi, seperti diajak bermain menelusuri lintas negeri dengan masing-masing wangi yang khas. Menurunkan tempo detak jantung sebelum melepas nafas panjang.
Sajak “Ternyata Sudah Sangat Malam” menjadi pembuka yang penuh kegelisahan. Kesepian menggaruki jiwa setelah lepas dari tanah kelahiran menuju kota rantau. Seperti kesepian, kegelisahan, dam ketakutan yang dialami oleh Maximalianus di goa Tarthus. Seseorang yang pernah atau sedang pergi meninggalkan tanah kelahirannya pasti bisa memahami dan merasakan kegelisahan dalam perantauan. “Pergi dari sesuatu yang dikasihi, memberi kesempatan kepada seseorang untuk meninjau, menimbang dan merenungkannya. Pergi dari tanah kelahiran buat sementara, memberi kesempatan pada seseorang untuk kembali merenungkan hubungannya dengan tanah kelahiran itu.”[1]

Kamis, 19 Februari 2015

PUISI DIMUAT SUARA MERDEKA (MINGGU, 15 FEBRUARI 2015)

Beberapa puisi yang dimuat di koran Suara Merdeka, pada Minggu, 15 Februari 2015.


Fragmen I

undak petak sawah, tempat angin berlari
menyibak matahari yang mencangkuli
punggung emak bapak
undak petak sawah, tempat harap disemai
menanti rumpun-rumpun sri
mengharap rahim tanah memberi tuai

Jumat, 23 Januari 2015

ESAI "SASTRA DAN REALITA MASYARAKAT"



Sastra dan Realita Masyarakat

Sastra adalah intuisi sosial yang memakai medium bahasa. Teknik-teknik sastra tradisional seperti simbolisme dan matra bersifat sosial karena merupakan konvensi dan norma masyarakat. Lagi pula sastra ”menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan” juga “meniru” alam dan dunia subjektif manusia (Wellek dan Austin, 2014: 98). Jadi pada dasarnya sastra  merupakan cermin kehidupan masyarakat. Terciptanya sebuah karya sastra tidak pernah lepas dari faktor sosial pengarang dan lingkungan kehidupannya. Karya sastra sendiri bersifat subjektif pengarang

CONTOH RPP TEKS NEGOSIASI (SMA)

SILAHKAN LINK BISA DIUNDUH DI SINI.