Perempuan
yang “Disukai” Lelaki
Oleh Ardy Suryantoko[*]
Ada
harum yang semerbak, saat kaki-kaki mungil merambah bahu trotoar sepanjang mata
membentang. Perempuan yang begitu saja lewat tanpa permisi, dengan busana yang aduhai. Harumnya menusuk sampai pangkal
hidung. Dari yang tertutup sampai yang diumbar auratnya. Lelaki mana yang tidak
ingin menggoda dan “memilikinya”. Sudah menjadi hal biasa ketika perempuan
dengan pakaian yang serba mini, dan bukan menjadi persoalan lagi. Sebaliknya,
akan menjadi persoalan ketika perempuan dengan aurat tertutup tetapi menggoda.
Ah, inilah istilah keren saat ini, “Jilboobers”.
Menjamurnya sosial
media dan gadget di golongan perempuan bisa menjadi bumerang tersendiri. Bagaimana
peran sosial media dan gadget sangat berpengaruh besar terhadap tren hijabers.
Merebaknya fenomena ini merupakan salah satu dampak dari kemajuan teknologi dan
ketidakpuasan manusia terhadap apa yang dimilikinya.
Ingin tampil beda dan unik
dari yang lain. Namun perlu diperhatikan, tidak semua perempuan melakukan hal
semacam ini. Selain itu, tren hijab akhirnya menjadi ladang emas bagi orang
yang kreatif. Berbagai macam dan jenis jilbab akhirnya di buat. Cara
pemakaiannya pun berbeda-beda, tergantung jenis jilbab dan selera dari
hijabers.
Fungsi primer berhijab sebetulnya
adalah untuk menutup aurat, sedang fungsi sekundernya sebagai salah satu gaya
hidup atau lifestyle, begitulah
kira-kira. Tetatpi ada hal yang sangat disayangkan dari tren hijabers sebagai lifestyle ini. Pada perkembangannya banyak yang melupakan fungsi berhijab secara
hakiki, mementingkan unik, beda, dan mencolok, pokoknya tidak ada yang ngembari.
Jilbab sendiri
merupakan kain yang sengaja dibuat untuk menutupi aurat perempuan, mulai dari
ujung kepala sampai setangah badan, ke(banyak)an. Entah mengalami “penurunan”
atau “kenaikan”, cara berhijab perempuan akhir-akhir ini hanya menutup kepala
saja, sedang dada ke bawah sering terabaikan. Nah, ini masalah serius. Bagaimana
akhirnya dada yang seharusnya ditutup jadi tidak terutup sempurna. Perlu
direnungkan.
Hal lain yang menarik
dari hijabers adalah penggunaan baju yang ketat, sehingga menonjolkan dada
perempuan dan membuat banyak lelaki menelan ludah mentah-mentah. Kejadian ini
banyak ditemui pada kalangan mahasiswi, walaupun memang tidak semuanya. Toh itu
kebebasan dalam berpakaian, hak asasi wong
tubuh-tubuh sendiri. Jika disinkronkan lagi dengan sosial media dan gadget,
banyak perempuan yang berselfi ria
dengan hijabnya. Ah, tetapi “salah fokus”
itu memang benar adanya. Bukan lagi wajah yang dilihat, tetapi apa yang tidak
tertutup sempurna dan ketat menjadi pusat perhatian pemirsanya.
Tipe-tipe perempuan
seperti itulah yang “disukai” oleh lelaki, bukan dicintai. Karena suka dalam
sudut pandang ini mengarah pada nafsu, bukan cinta secara hakiki. Sekalipun
lelaki lebih ”bejat” dari perempuan, tetapi lelaki akan lebih memilih perempuan
yang bisa menutup auratnya dengan sempurna. Dan perempuan yang baik juga pasti
tidak akan pernah memilih lelaki yang bejat sebagai lelaki yang dicintainya.
*Penulis saat
ini sedang menempuh studi di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia semester delapan. Selain itu bergiat di
kelompok belajar sastra Jejak Imaji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar