Kamis, 14 Agustus 2014

CAHAYA CAHYA



Lelaki muda yang buta karena Cahya. Dia menyusuri lorong-lorong kampus. Menyaksikan setiap jengkal misterinya. Lagi-lagi Cahya. Di pelupuk mata lelaki muda itu. Suasana pekat. Pikirnya Kalut. Cahya beranjak pergi. Hanya sebentar singgah dalam relung jiwa. Di sudut kampus yang temaram. Dia terlilit rasa penasaran yang tinggi.
Suasana riuh sepanjang pencarian. Bawaannya memang tak bisa tenang lagi. Berulang naik turun anak tangga. Hilir mudik manusia. Tak bertegur sapa. Aku membiarkannya. Tak sepatah kata kuucapkan padanya.
“Dimana Cahya?” gerutunya.
Ruang-ruang kampus selalu kosong. Seperti ruang dalam pikirnya sebelum dia melihat Cahya.
“Sial, gila kamu!”. Tak ada Cahya. Dia mengintip setiap ruang kelas.
Hatinya benar-benar menjadi gelap. Cahya. Dia duduk risau. Dilepaslah topi abu-abunya. Peluh bercucur sampai dagu. Menginjak waktu yang mulai senja. Lampu-lampu menyala.
“Sepertinya aku mulai buta” katanya.
Suara tokek menggema di sudut-sudut lorong. Tenggorokannya semusim kemarau. Tubuhnya menggeliat. “Tuhan” keluhnya. Adzan mulai berkumandang. Memanggil-manggil jiwa yang lupa. Sementara hati dan pikirnya sudah mulai letih. Dia beranjak dari tempat duduknya. Dari tempat yang sudah mulai sunyi.
***
Bianglala menjelma selendang, dan menamai dirinya sendiri ha. Sesuatu yang berada di tengah. Pantas saja dia begitu gila. Mabuk. Hidupnya tak tenang. Ibadah tak khusyuk. Kekosongan selama ini menjerat hidupnya. Resah, setiap langkah yang dia pijakkan. Harap-harap cemas. Detik jam terus menjamah sudut-sudut kamar. Tik tok menampar pikriannya. Dia mencoba keluar dari kalut.
“Ah, aku tak bisa lupa”
Dilemparkannya bantal pada dinding kamarnya. Gemercik hujan mengetuk kaca jendelanya lalu leleh pada vas bunga. Baunya merangkaki tirai. Menuju muara pada hidung bengis lelaki muda itu. Nafasnya memburu. Terengah, terpacu waktu yang semakin lama membuatnya semakin gila. Stiker dinding bernuansa Paris. Lukisan-lukisan berjajar menghias kamarnya. Buku-buku lusuh tanpa debu tertata rapi di rak kayu. Lampu belajarnya tak pernah mau mati. Cahayanya menari di langit-langit kamar.
Dia berbisik pada guling yang didekapnya.
“Menurutmu bagaimana dengan dia?”
***

1 komentar:

  1. Wawawawaw akhirnya bisa mampir kesini :) baca beberapa puisi dan cerpenmu. Akhirnya ada satu pilihan untuk di tinggalkan jejak hehehe

    BalasHapus

TUGAS KELAS X BAHASA INDONESIA WAJIB (SMATAQ)

Dalam upaya untuk tetap melaksanakan kegiatan belajar mengajar di SMA Takhassus Al-Qur'an via daring, maka berikut tugas untuk kelas X b...