Senin, 02 Juni 2014

Contoh Makalah Polisemi



POLISEMI
A.    Pengertian Polisemi
Polisemi berasal dari bahasa Yunani kuno poly artinya banyak dan sema artinya tanda. Polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, bisa juga frase) yang memiliki makna lebih dari satu (Chaer, 2009:101). Menurut Pateda (2010:214) polisemi adalah kata yang mengandung makna lebih dari satu atau ganda. Polisemi merupakan suatu unsure fundamental tutur manusia yang dapat muncul dengan berbagai cara (Stephen Ullmann). Jadi, polisemi adalah suatu kata dan frasa mempunyai beberapa makna yang sangat erat hubungannya.


B.     Sumber dan Faktor Penentu Polisemi
Ada lima sumber polisemi, empat diantaranya terletak pada bahasa yang bersangkutan sedangkan yang satu lagi mucul dari pengaruh bahasa asing. (Stephen Ullmann)
1.      Pergeseran Penggunaan
Pembicaraan tentang bentuk-bentuk kekaburan dalam makna, kata mempunyai sejumlah segi yang berbeda-beda sesuai dengan konteks tempat itu digunakan. Sebagian dari segi ini mungkin bersifat sementara, tetapi sebagian lagi dapat berkembang menjadi perbedaan makna yang permanen, dan karena senjang antar segi-segi yang berbeda-beda ini melebar, maka kadang-kadang orang dapat memandangnya sebagai dua makna yang berbeda dari kata yang sama. Di dalam kamus berbagai tingkatan makna dibedakan secara sistematis, tetapi dalam kenyataan tingkat-tingkat itu saling berkaitan.
Pergeseran penggunaan terutama tampak mencolok dalam penggunaan adjektiva, karena adjektiva cenderung berubah maknanya sesuai dengan nomina yang diterangkan. Contohnya, misalnya adjektiva handsome yang dalam perjalanan sejarahnya telah dipakai dalam makna-makna berikut, yang dikelompokkan sesuai dengan nomina yang diacu.
Orang: 1 )cakap, 2)  layak, 3)  indah
Benda konkret:1)  mudah ditangani, 2) ukuran yang pas, 3) indah dan mulia, 4) sopan
Tingkah laku, tutur: cerdas
Tabiat: 1) pantas, 2) jantan, 3) murah hati
Ukuran, jumlah: 1) lumayan, 2) liberal
Sebagian besar makna tersebut muncul akibat pergeseran penggunaan, walaupun faktor lain seperti penggunaan kias mungkin saja ikut berperan. Memang tidak semua makna hidup terus. Contoh lain dalam bahasa Indonesia adalah pada verba makan yang semula hanya untuk manusia dan binatang, itu juga dengan cara dan proses yang berbeda-beda. Akibat faktor kias,, verba itu kadang-kadang dipakai untuk benda, misalnya remmnya tidak makan, jarinya dimakan besi; dan pada manusia dengan makna berbeda, seperti seorang bapak makan anak kandungnya sendiri. Kata yang awalnya digunkan untuk makan benda-benda yang masuk mulut dan perut, sekarang dipaki juga untuk benda-benda lain.
2.      Spesialisasi dalam lingkungan social
Michel Bréal tertarik pada kenyataan bahwa polisemi sering muncul melalui semacam penyingkatan verbal. Ia mengemukakan bahwa “ dalam setiap situasi, dalam setiap lingkungan dagang dan profesi, ada suatu gagasan tertentu yang selalu hadir dalam benak seseorang, begitu jelasnya, sehingga tampak tidak perlu lagi dinyatakan jika orang itu sudah bertutur.” Contohnya, kata operasi bagi seorang dokter menghadirkan hal-hal seperti penyakit, ruang dan pisau bedah, dan sebagainya, tetapi bagi seorang militer kata itu selalu disangkutkan dengan hal hal seperti musuh, serangan, tembak-menembak, dan sebagainya. Sedangkan, bagi pencopet dan pencuri, kata tersebut mengacu kepada perilaku mereka dalam melakukan kejahatan.
Suatu bentuk ekstrem spesialisasi tercapai manakala sebuah nomina betul-betul menjadi nama diri yang mengacu kepada satu objek pada suatu lingkungan tertentu.
3.      Bahasa figuratif (kiasan)
Sebuah kata dapat diberi dua atau lebih pengertian yang bersifat figurative tanpa menghilangkan makna orisinilnya: makna yang lama dan yang baru tetap hidup berdampingan sepanjang tidak ada kekacauan makna. Contonya kata mata yang dapat dipakai untuk lingkup yang sangat luas disamping acuannya pada organ tubuh. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendaftar ada enam makna disamping makna asli, sebagiannya ialah makna kias:
a.       Sesuatu yang menyerupai mata: mata jarum
b.      Bagian yang tajam pada alat pemotong: mata pisau
c.       Sela antara dua baris: pada mistar
d.      Tempat tumbuh tunas: mata tunas (pada dahan, ubi)
e.       Sesuatu yang menjadi pusat: yang ditengah-tengah benar
f.       Yang terpenting: mata pencaharian
Ada pula penggunaan lain yang dikutip dalam kamus, yaitu kata mata diterapkan kepada gejala-gejala abstrak, seperti mata pelajaram, mata kuliah, mata acara,  atau yang lebih abstrak: mata hati, mata batin.
Ada polisemi yang serupa dengan didasarkan pada metafora, ketika kita berbicara tentang mulut sungai, mulut meriam, atau ketika berbicara tentang hal-hal abstrak seperti menangani masalah, bergelut dengan kemiskinan, dan menikmati perjuangan. Kemungkinan transposisi metaforis ini adalah fundamental bagi bekerjanya bahasa.
Tentu saja metafora yang muncul didasarkan atas adanya kesamaan-kesamaan, bukanlah satu-satunya penyebab polisemi. Metonimi yang muncul tidak didasarkan atas kesamaan melainkan didasarkan atas kaitan-kaitan tertentu antara dua buah makna, bisa juga bertindak sebagai metafora itu.
4.      Homonim-homonim yang diinterpretasikan kembali
Jika dua buah kata mempunyai bunyi yang identik dan perbedaann maknanya tidak begitu besar, kita cenderung untuk memandangnya sebagai dua kata dengan dua pengertian. Secara historis ini adalah masalah homonimi karena dua kata berasal dari sumber yang berbeda. Akan tetapi, generasi yang lebih muda biasanya tidak menyadari etimologi serupa itu, dank arena itu hanya menghubungkan kata-kata hanya atasa dasar segi psikologis. Dengan kata lain, yang dulunya homonimi, kemudian diinterpretasikan sebagai polisemi karena ketidaktahuan aka nasal-usul kata yang berhomonimi itu.
Jenis polisemi ini memang sangat jarang ada dan sebagian besar contoh yang ada agak meragukan, menurut Bloomfield, “tingkat kedekatan makna bukanlah jaminan ukuran yang tepat.” Bloomfield mengemukakan bahwa pada pasangan-pasangan homonym berikut ini anggota yang kedua dipandang sebagai sebuah makna marginal atau makna alihan dari yang pertama:
Corn `gandum’ à Inggris Kuna corn              corn ’pelubang jari kaki’ ß Prancis Kuna corn
                                                                                (Prancis modern cor) ß Latin cornu
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karya Poerwadarminta, hominimi ditunjukkan dengan menggunakan angka Romawi besar (I, II, dst.,) sedangkan polisemi ditunjukkan dengan menggunkan angka arab (1, 2, 3, dst).
5.      Pengaruh asing
Salah satu cara masuknya pengaruh asing ke dalam suatu bahasa adalah dengan mengubah makna yang ada dalam suatu kata asli. Kadang-kadang makna pinjaman tersebut mendesak kata yang lama, misalnya kata parlement  dalam bahasa Perancis semula berarti ‘berbicara’ (berasal dari kata parler ‘berbicara’). Kemudian kata itu mempunyai arti ‘dewan yudisial’ karena pengaruh kata Inggris parliament yang berarti ‘dewan legislatif’, yang menjadi satu-satunyamakna yang berlaku sekarang.
Peminjaman makna ini frekuensinya akan sangat tinggi jika ada hubungannya atau kontak akrab dengan dua bahasa, yang salah satunya berperan sebagai model dari yang lain. Misalnya pada masa awal kedatangan agama Kristen dimana bahasa Hibrani (kaum Yahudi) lalu menjadi sangat berpengaruh pada bahasa Yunani, kemudian juga pada bahasa latin.
Dalam kitab injil, kata Hibrani ml’k ‘utusan, nabi’ sering dipakai dalam pengertian ‘bidadari, malaikat’. Karena dalam bahasa Yunani tak ada kata untuk ‘bidadari, malaikat’, maka para penerjemah kitab Injil menyalin polisemi kata Hibrani itu dengan menggunakan kata yang berarti ‘utusan, nabi’ dalam pengertian ‘bidadri, malaikat’. Dalam bahasa Yunani kata itu masuk dalam bahasa Latin dan akhirnya menjadi istilah internasional: bahasa Inggris angel.
Di Indonesia, bahasa Arab sangat berpengaruh terhadap bahasa Melayu, pada suatu lain bahasa Belanda sangat dominan, dan kini bahasa Inggris, dan pada tingkat tertentu juga bahasa daerah, terutama bahasa Jawa.
Jenis polisemi tidak terlalu terbatas pada kontak antara dua bahasa tertentu. Banyak peminjaman makna yang mempunyai jangkauan internasional yang luas, dengan saling mengkopi ungkapan atau meniru sebuah kata yang dijadikan model umum.
Diantara lima jenis polisemi tersebut, dapat dikatakan bahwa ketiga jenis pertama, yaitu pergeseran penggunaan, spesialis makna, dan penggunaan kiasan adalah jenis yang paling penting; yang keempat (interpretasi kembali atas homonim) sangat jarang terjadi, dan yang kelima (peminjaman makna) meskipun cukup umum terjadi dalam situasi-situasi tertentu, bukan merupakan proses biasa dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Pateda (2010:214) polisemi terjadi, karena:
  1. Kecepatan melafalkan kata.
à Misalnya kata ban tuan dan bantuan. Apakah ban kepunyaan tuan, atau bantuan?
  1. Faktor gramatikal.
à Misalnya kata yang pemukul dapat bermakna alat yang digunakan untuk memukul atau orang yang memukul.
  1. Faktor leksikal.
à Sebuah kata yang mengalami perubahan pemakaian dalam ujaran yang mengakibatkan munculnya makna baru. Misalnya kata makan biasanya digunakan dengan kegiatan manusia atau binatang memasukkan sesuatu ke dalam perut, tetapi kini muncul urutan kata rem tidak makan, makan angin, pagar makan tanaman dan lain-lain.
à Digunakan pada lingkungan yang berbeda, misalnya kata operasi dalam bidang militer berbeda dengan operasi dalam bidang kesehatan.
à Karena metafora, misalnya kata mata yang makna intinya adalah alat yang digunakan untuk melihat, tetapi karena kesamaan makna munculah urutan kata mata pedang, mata pelajaran, mata pencaharian dan lain-lain.
  1. Faktor pengaruh bahasa asing.
à Misalnya kata rencana digunakan untuk menggantikan kata planning.
  1. Faktor pemakai bahasa yang ingin menghemat penggunaan kata.
à Maksudnya dengan satu kata, pemakai bahasa dapat mengungkapkan berbagai ide atau perasaan yang terkandung di dalam hatinya. Misalnya kata mesin yang biasa digunakan untuk menjahit mesin jahit. contoh lain yaitu mesin mobil, mesin pesawat terbang dan lain-lain.

C.    Contoh Polisemi
Misalnya kata ‘kepala’ dalam bahasa Indonesia memiliki makna yaitu:
1.      Bagian dari leher keatas, seperti terdapat pada manusia dan hewan;
2.      Bagian dari suatu yang terletak di sebelah atas atau depan dan merupakan hal yang paling terpenting seperti pada kepala susu, kepala meja, kepala kerata api;
3.      Bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala, kepala paku dan kepala jarum;
4.      Pemimpin atau ketua seperti pada kepala sekolah, kepala kantor, kepala stasiun;
5.      Jiwa atau orang seperti dalam kalimat, setiap kepala menerima sembako beras seberat 5 kilo;
6.      Akal budi seperti dalam kalimat. Badannya besar tetapi kepalanya kosong.
D.    Perkembangan Polisemi
Perkembangan polisemi berkaitan dengan perkembangan bahasa dan berhubungan pula dengan perkembangan pemikiran pemakai bahasa. Polisemi jika digambarkan sebagai berikut:

Maksud di atas adalah pada suatu ketika kata tertentu hanya bermakna X, lalu pada perkembangan berikutnya akan bertambah dengan makna Y, dan seterusnya. Dengan kata lain makna berubah, bertambah, meluas secara bergelombang. Makna dasar berkembang dan bertambah. Hal itu seperti telah dikatakan di atas karena perkembangan pemikiran manusia sebagai pemakai bahasa.
E.     Permasalahan Polisemi
Homonim ialah dua ujaran dalam bentuk kata yang sama lafalnya dan atau sama ejaan atau tulisannya, tetapi memiliki makna yang bebeda. Sementara polisemi memiliki arti satu ujaran dalam bentuk kata yang mempunyai makna berbeda-beda, tetapi masih ada hubungan dan kaitan antara makna-makna yang berlainan tersebut.
Contoh:
1)      Wajahnya menjadi bercak-bercak hitam terkena efek dari sinar matahari.
2)      Dita menangis karena efek permainan film di layar kaca.
3)      Bursa efek di  Indonesia masih didominasi warga Tiongha.
Analisis:
Kata efek pada kalimat 1 dan 2 adalah polisemi karena kata-kata tersebut berkaitan makna yaitu sama-sama berarti pengaruh. Sedangkan efek pada kalimat 3 (berarti surat-surat berharga yang diperdagangkan) tidak berkaitan dengan kata efek pada kalimat 1 dan 2 sehingga antara kata efek pada kalimat 3 dengan kata efek pada kalimat 1 dan 2 bisa dikatakan berhomonim.
Bagan Perbedaan Polisemi dan Homonim.
No
Polisemi
Homonim
1
Berasal dari satu kata.
Berupa dua kata atau lebih.
2
Ada hubungan makna.
Tidak ada hubungan makna.
3
Digunakan secara konotatif, kecuali kata induknya.
Digunakan secara denotatif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TUGAS KELAS X BAHASA INDONESIA WAJIB (SMATAQ)

Dalam upaya untuk tetap melaksanakan kegiatan belajar mengajar di SMA Takhassus Al-Qur'an via daring, maka berikut tugas untuk kelas X b...