A.
Latar Belakang
Bahasa
dan manusia tidak akan pernah bisa dipisahkan. Banyak cara yang digunkan untuk
menyampaikan sebuah gagasan, ide, informasi, pesan dll. Salah satu yang
digunakan adalah melalui karya sastra, misalnya menggunakan karya sastra novel.
Sastra tidak lahir dari kekosongan. Sastra adalah gambar kehidupan yang ada di
sekitar kita karena sastra adalah cerminan masyarakat. Sastra adalah dunia
kecil yang diciptakan oleh pengarang yang di dalamnya terdapat masalah-masalah
kehidupan yang bersumber dari realitas sosial atau kehidupan lingkungan sosial
yang ada di alam pikiran pengarang maupun yang dilihat oleh pengarang. Sastra
pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan semata-mata sebuah
imitasi. Karya sastra sebagai bentuk dan hasil sebuah pekerjaan kreatif, pada
hakikatnya adalah suatu media yang mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan
tentang kehidupan manusia. Kemunculan sastra dilatar belakangi adanya dorongan
dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya.
Sebutan
novel berasal dari Itali yaitu novella (yang dalam bahasa Jerman: novelle).
Secara harfiah novella berarti “sebuah barang baru yang kecil”, dan kemudian
diartikan sebagai “sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa”. Dewasa ini
istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah
Indonesia novelet, yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya
cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek (Nurgiyantoro,
2002: 9). Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2001: 788) novel adalah
karangan yang panjang yang mengandung rangkaian cerita kehdupan seseorang
dengan orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.
Belakangan
ini banyak sekali mincul karya-karya sastra khususnya novel bernuansa “POP”. Achmad
Munif sebagai penulis membuat novel yang bukan pop. Justru Achmad munif
menuliskan fenomena-fenomena yang ada di masyarakat sekitarnya dan mengemas
dengan apa adanya seperti yang ada pada realita masyarakat.
Pada
makalah ini akan dibedah kritik salah satu novel karya Achmad Munif yang
berjudul “Perempuan Jogja” dari berbagai sudut pandang. Novel ini merupakan
novel yang sangat diminati oleh pembaca, karena di dalamnya terdapat seorang
tokoh yang menggambarkan perempuan asli Yogyakrta. Novel ini yang terbit pada
tahun 2006 ini menjadi salah satu novel yang mematahkan paradigma novel pop. Di
dalam novel ini menceritakan tentang seorang perempuan asli jogja yang sangat patuh
kepada suaminya, sampai-sampai iya rela untuk dimadu.
Dalam
perkembangan zaman seperti saat sekarang, novel ini mungkin sudah sangat sulit
untuk diterima. Kesetaraan gender akan mamatahkan setiap cerita yang ada di
dalam novel ini. Permasalahan yang akan diangkat adalah tentang feminis.
Perjuangan tokoh wanita yang ada di dalam novel.
B.
Sinopsis
Ramadan adalah
mahasiswa semester akhir yang juga bekerja sebagai wartawan. Ramadhan adalah
lelaki yang baik, cerdas, tahu banyak tentang sastra dan juga rendah hati.
Ramadhan sangat mengagumi Rumanti yang telah mempunyai suami bernama RM. Danudirjo.
Tetapi, kekagumannya itu hanya sebatas kagum karena Rumanti adalah perempuan
yang cantik, baik, lemah lembut dan menyayangi suami serta kedua anaknya.
Ramadhan sempat
mencintai teman satu kampus bernama Tyas, tetapi karena faktor kekayaan yang
berbeda jauh akhirnya dia tidak mengungkapkan isi hatinya. Ramadhan hanya
menganggap Tyas sbagai teman perempuannya saja. Beberapa bulan kemudian bertemu
dengan perempuan bernama Raden Indri Astuti. Kecantikan indri membuat Ramadhan
jatuh cinta, kali ini dia berusaha dan berjuang mendapatkan cinta Indri
meskipun dia bebeda jauh dengan Ramadhan yang jauh lebih miskin daripada Indri.
Suatu saat Danu
bertemu dengan mantan kekasihnya yang telah bererai dengan suaminya yang
petama, karena masih cinta kepada Noma ahirnya Danu memutuskan untuk menikah
lagi dengan persetujuan Rumanti. Merekapun akhirnya menikah, tetapi karena
ingin menguasai harta Danu pernikahan itu berlangsung beberapa bulan saja,
Norma dimasukan ke penjara setelah terbukti melakukan percobaan pembunuhan
terhadap Danu.
Perjuangan
Ramadhan untuk mendapatkan cinta Indri akhirnya tercapai, tetapi kakak indri
tidak merstui hubungan mereka, Danu telah menjodohkan Indri dengan rekan
kerjannya bernama RM. Suwito. Tetapi lambat laun Danu mengetahui bahwa mas Wit
adalah lelaki yang jahat dan suka main perempuan sehingga Danu membatalkan
perjodohannya. Danu akhirnya mneyetujui Ramadhan dan Indri berpacaran.
C.
Pembahasan
Karya sastra
merupakan luapan spontan dari perasaan yang kuat dan tidak dipandang lagi
sebagai refleksi tindak-tindak manusia. Selain itu merupakan cermin emosi yang
dikumpulkan dalam keheningan mendalam, yang kemudian direbisi dalam penciptaan
melalui pemikiran. Karya sastra yang bermutu adalah karya sastra yang mampu
melukiskan kehidupan sedetail mungkin (Edraswara, 2006: 33-34).
Persoalan gender
tak akan muncul apabila perbedaan berjalan selaras sehingga antara laki-laki
dan perempuan dapat saling melengkapi dan menghargai. Persoalan timbul ketika ketimpangan
yang terjadi dalam relasi gender telah melahirkan ketidakadilan terhadap
perempuan. Implikasi lebih luas dari ketimpangan gender adalah perempuan banyak
kehilangan hak dan kebebasannya dalam mengambil setiap keputusan baik itu yang
menyangkut dirinya sendiri maupun masyarakat.
Dalam Women
Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural,
berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik
emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
Pada
aspek penokohan wanita, novel Perempuan Jogja berkisah tentang tiga perempuan
yang mencoba untuk melepaskan diri dari belenggu keluarga dan lingkungan.
Keteguhan tiga perempuan dengan latar belakang yang berbeda berhasil di uraikan
A. Munif dengan jelas dan terperinci, bagaimana tiga perempuan dari Jogja
tersebut menyelesaikan masalah dengan caranya masing-masing.
Perlawanan
Rumanti berbeda dengan dua perempuan lainnya. Rumanti seorang istri yang harus
merelakan suaminya menikah lagi, meskipun pada awalnya perkawinan mereka tanpa
didasari oleh rasa cinta. Rumanti menunjukkan perlawanan dengan cara tidak
melawan, dia hanya diam karena menyadari posisinya dari keluarga miskin dan
telah diangkat derajatnya oleh suaminya yang merupakan seorang keturunan darah
biru. Meskipun begitu Rumanti tetap yakin bahwa kebahagiaan dan keadilan akan
tertuju padanya dengan sikap saling pengertian dalam perkawinan.
Namanya
cinta tak ada kata paksaan dan harta seperti itulah yang di rasakan R.A. Indri
Astuti yang berdarah biru keturunan ningrat. Cintanya pada seorang wartawan
budaya yang jauh dari gelar ningrat harus ia perjuangkan dengan melawan sang
kakak yang bersikeras menjodohkannya dengan seorang konglomerat. Indri Astuti
percaya cinta tak membutuhkan harta atau tahta yang penting adalah ketulusan.
Terbelenggu
dari kemiskinan, Itulah kehidupan yng harus di jalani Popi, perempuan muda yang
masih duduk di bangku SMA. Ibunya selingkuh dengan laki-laki kaya karena tak
tahan denagn kemiskinan yang telah bertahun-tahun menjerat keluarganya dan popi
pun juga harus merasakan jatuh kedalam lembah hitam apalagi setelah penindasan
dan pelecehan yang di lakukan pacarnya, membuat popi berontak melawan segala
permasalahan di hidupnya, sampai akhirnya ai berhasil di selamatkan dan di
angkat anak oleh keluarga ningrat.
Kajian
tokoh lain yang mempunyai keterkaitan dengan tokoh perempuan di dalam novel
Perempuan Jogja. Pada umumnya, karya sastra yang menampilkan tokoh wanita bisa
dikaji dari segi feministik. Baik cerita rekaan, lakon, maupun sajak mungkin
untuk diteliti dengan pendekatan feministik, asal ada tokoh wanita. Akan mudah menggunakan pendekatan ini jika tokoh
wanita itu dikaitkan dengan tokoh laki-laki. Tidaklah menjadi masalah peran
sebagai tokoh utama atau tokoh protagonis, atau tokoh bawahan.
Penulis
menggambarkan tokoh Rumanti sebagai perempuan yang lemah lembut, penurut,
setia, gemar, dan pandai mengatur rumah tangga serta mau berusaha keras
membahagiakan suaminya seperti pada kutipan: “Maka Mbak tidak bisa berbuat lain
kecuali menjaga kesetiaan sampai kapanpun.” (Hlm.27)
Yang
dilakukan oleh Rumanti hanya diam dan merestui dirinya dimadu oleh suaminya
yang menikah dengan mantan kekasihnya. Jika dilihat dari Danu yang memiliki
keterkaitan dengan tokoh Rumanti yang sedang diamati, tokoh Danu memang
digambarkan seorang laki-laki yang masih mencintai mantan kekasihnya itu dan
dia sempat mengalami stress atau gangguan kejiwaan akibat ditinggalkan oleh
mantan kekasihnya itu hingga pada akhirnya dinikahi dengan Rumanti.
Kesetiaannya tidak sama halnya dengan pengabdian dan kesetiaan Rumanti,
digambarkan pada kutipan: “ia lupa dengan kesetiaan dan pengabdian Rumanti yang
telah menyembuhkan luka-luka dihatinya.” (Hlm.34)
1.
Orientasi
Perempuan
Jogja
Berlandaskan
pada empat orientasi untuk menilai sebuah karya sastra, menurut
Abrams (via Pradopo, 2013: 94), ada empat orientasi
dalam menilai sebuah karya sastra, yaitu
orientasi mimetik, pragmatik, ekspresif, dan objektif. Dengan melihat keempat orientasi itu, bisa untuk mengkaji
kekurangan dan kelebihan karya sastra. Isi yang terkandung di dalam novel menceritakan bagaimana perjuangan seorang
perempuan yang selalu tunduk dan patuh terhadap suaminya, sampai-sampai
perempuan ini rela untuk dimadu. Ketika ditelisik lebih dalam novel ini bisa
dikatakan novel yang ketinggalan zaman. Sudah banyak sekali novel yang
mengangkat tentang ketidakadilan terhadap kaum perempuan. Novel-novel angkatan
Balai Pustaka sudah mendahului jauh sebelum novel ini terbit, seperti Belenggu,
Siti Nurbaya, Bekisar Merah, dan masih banyak novel-novel lain yang mengangkat
tentang feminisme.
Untuk
pembaca dan khususnya penikmat sastra, harus pintar-pintar untuk memilih sebuah
bacaan karya sasta. Novel ini memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan dengan
novel-novel feminis yang lain. Penulis bisa menggambarkan dengan sangat jelas
dan detail mengenai perempuan jogja. Konflik batin yang diangkat juga membuat
pembaca bisa larung di dalamnya.
a.
Orientasi
Mimetik
Orientasi
mimetik memandang bahwa karya sastra merupakan sebuah tiruan, cerminan, ataupun
representasi alam maupun kehidupan. Kriteria yang disematkan pada sebuah karya sastra adalah
tentang sebuah kebenaran. Jika dipandang dari
orientasi ini, pada tahun 2006 tradisi perempuan jogja sudah bergeser jauh.
Hanya beberapa pasti yang masih memegang erat budaya ini. Penulis seharusnya
bisa menelaah tentang kesetaraan gender, bagaimana kesetaraan gender sudah
berkembang dengan pesat. Tidak ada lagi ketimpangan antara laki-laki dan
perempuan, hak dan kewajibannya sama. Tradisi perempuan jogja sebagai perempuan
yang selalu tunduk dan patuh terhadap suaminya sudah tidak relevan dengan zaman
sekarang ini. Seharusnya pengarang bisa membuat tema yang sesuai dengan kehidupan
manusia sekarang. Jika diperdalam, tujuan pengarang sangatlah baik. Bagaimana
pengarang ingin mengingatkan tentang budaya perempuan joggja yang sudah mulai
memudar.
b.
Orientasi
Pragmatik
Orientasi
pragmatik memandang bahwa karya sastra sebagai sarana untuk
mencapai tujuan pada pembaca (tujuan keindahan, jenis emosi, ataupun pendidikan). Kriteria orientasi ini terletak pada nilai. Jika
ditelaah menggunakan orientasi pragmatik, novel ini bisa dikatakan kurang
sukses. Konflik-konflik yang ada di dalam novel sudah sangat biasa dan pasaran.
Tetapi pengarang bisa membuat obat tersendiri dengan mengangkat salah satu
kebudayaan daerah yang memang notabene itu bisa mewakili hampir seluruh
perempuan di dunia. Ada batasan-batasan tersendiri bagi perempuan terhadap
suaminya. Pesan-pesan yang terkandung di dalamnya menjadi bumbu yang nano-nano sehingga pembaca bisa
mendapatkan berbagi macam pesan yang berbeda-beda di dalamnya. Hal ini sangat
cocok apabila melihat seperti adanya degradasi moral pada manusia sekarang.
c.
Orientasi
Ekspresif
Orientasi
Ekspresif memandang bahwa karya sastra sebagai sebuah ekspresi, luapan, ucapan
perasaan sebagai hasil dari imajinasi seorang pengarang, pikiran-pikiran,
dan perasannya. Kriterianya
terletak pada “pengarang”. Bersandar pada orientasi ekspresif
novel ini juga bisa dikatakan berhasil
dan sukses. Pengarang mampu mencitrakan Indonesia khususnya Yogyakarta dengan
sangat detail. Ini menjadi
nilai lebih tersendiri, bagaimana pengarang membedah salah satu daerah
yang ada di Indonesisa dan tidak
melupakan budaya dan asalnya.
d.
Orientasi
Objektif
Orientasi
objektif memandang bahwa karya sastra sebagai sesuatu
yang mandiri, otonom, bebas dari pengarang, pembaca, dan dunia sekelilingnya. Kriteria ini terletak pada
“hubungan antarunsur yang membentuk karya sastra”. Apabila dilihat dari orientasi
objektif, novel ini sangatlah tidak bisa
dikatakan objektif. Karena masih banyak sekali pengaruh dari pengarang yang ada
di dalam novel. Sebagai karya sastra yang saik seharusnya novel bisa menjadi
salah bacaan sekaligus kitab bagi
pembacanya. Penulis harus bisa menulis secara objektif dan harus mampu
mengangkat keuniversalitasan supaya novel midah dibaca dan dipahami oleh
siapapan, kapanpun, dan dimanapun, walaupun itu sudah lintas generasi.
2.
Gender dan Feminisme
Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep
kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku,
mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang
berkembang dalam masyarakat. Sedangkan feminis adalah gerakan wanita yg
menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria.
Sejak
dahulu karya sastra sudah menjadi culture
regime dan memiliki daya pikat kuat terhadap persoalan gender. Paham
tentang wanita sebagai orang lemah lembut, permata, bunga, dan sebaliknya pria
sebagai orang yang cerdas, aktif, dan sejenisnya selalu mewarnai sebuah karya
sastra. Sampai sekarang paham yang sangat sulit dihilangkan adalah hegemoni
laki-laki terhadap perempuan. Hampir semua karya sastra yang dihasilkan
pengarang mencitrakan laki-laki selalu lebih kuat dibandingkan dengan
perempuan.
Citraan perempuan dalam sastra
jawa sangat beragam, seperti dalam sastra Jawa kuno Wiracarita dan Kakawin.
Perempuan adalah figur yang patut diperebutkan oleh laki-laki, terutama karena
kecantika dan kebolehannya. Poin pentingnya adalah “perempuan harus setia pada
laki-laki”.
Pada novel Perempuan Jogja karya Achmad Munif
banyak condong pada perempuan harus setia pada laki-laki dan tidak boleh
mematahkan budaya tersebut. Salah satu tujuan dari pengarang adalah
menyampaikan hal yang selama ini sudah hilang di dalam diri perempuan jogja
melalui karyanya. Namun ketika novel ini dihubungkan dengan waktu sekarang, novel
ini sulit untuk diterima karena kesetaraan gender. Kedudukan laki-laki dan
perempuan sama, tidak ada ketimpangan dan perbedaan yang mencolok di dalam hak
dan kewajibannya, keduanya sama.
Banyak
pesan yang terkandung di dalam novel ini yang layak untuk diserap dengan baik
dan matang. Tidak bisa langsung menyerap pesan yang ada dengan mentah-mentah.
Setidaknya sebagai perempuan pada zaman seperti sekarang ini tetap harus bisa ngajeni suaminya. Walaupun toh ada
kesetaraan gender tetapi perempuan juga harus tahui tentang takdirnya.
Pesan-pesan yang disampaikan pengarang melalui konflik batin tokoh utama. Hal
ini sangat relevan dengan adanya konflik batin yang banyak dialami oleh
perempuan pada zaman sekarang, walaupun tetap berbeda konflik batin yang dialami
oleh tokoh utama dengan permpuan zaman sekarang.
3.
Perempuan Jogja
Mematahkan Pradigma Novel “POP”
Novel pop atau novel populer
adalah novel yang menampilkan kehidupan yang tidak intens, tidak meresapi
kehidupan dan disajikan begitu saja atau apa adanya. Novel pop ada karena
memenuhi selera pembaca dan bersifat selalu
baru.
Berbicara
mengenai populer, banyak sekali novel pada zaman sekarang ini yang mengusung
tema-tema yang sedang ngetren. Selalu
baru dan tidak mau ketinggalan untuk memenuhi keinginan dari pembaca. Sisi lain
dari novel Perempuan Jogja adalah bagaimana pengarang menuliskan novelnya
dengan mengusung tema perempuan yang sedang buming,
namun dari tema tersebut pengarang mampu mematahkan pradigma novel pop.
Pengarang mengemas novel tersebut berbeda dangan novel-novel populer. Di
dalamnya pengarang menyimpang dari aliran novel pop, yang justru membuka
pemandangan lain dari isi novelnya. Berbicara kebudayaan yang sudah banyak
ditinggalkan oleh perempuan-perempuan zaman sekarnag ini.
Tidak
bisa dipungkiri bahwa untuk memikat pembaca salah satu cara yang dilakukan
adalah menyesuaikan permintaan pasar pembaca. Pengemasan bahasa dan konflik
batin di dalam novel perempuan jogja banyak menggunakan bahasa-bahasa yang
halus, mudah dipahami dan tidak banyak menggunakan istilah asing yang
membingungkan.
4.
Konteks Sosial Pengarang
Novel Perempuan Jogja merupakan Novel karangan Achmad Munif.
Analisis mengenai bagaimana pengaruh cara pengarang memperoleh penghasilan
yakni sebagai sastra terhadap Novel Perempuan Jogja menyangkut latar belakang
sosial budaya dan pandangan hidup pengarangnya.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak terkecuali pengarang,
tidak dapat hidup tanpa kontak social. Achmad munif juga mempunyai sebuah hidup
sendiri yang didalamnya terdapat lingkungan alam dan budaya yang sangat
dihayati. Achmad Munif dilahirkan di Jawa Timur, tumbuh dan dibesarkan dalam
keluarga yang sederhana. Didikan orangtuannya yang diimbangi dengan kejujuran
dan keuletan sehingga dia dapat melanjutkan kuliah dan bekerja sebagai seorang
wartawan.
Achmad Munif selama menjadi mahasiswa aktif sebagai
penulis produktif. Selain itu juga memasuki dunia jurnalistik, juga pernah
menjadi penulis sekenario sinetron. Hobinnya sebagai penulis membuahkan hasil
sebagai penulis yang terkemuka yang mempunyai ciri khas kedaerahan.
Karirya dibidang seni dimulai dari seni tulis. Waktu
luangnya selalu dihabiskan untuk menulis baik artikel, cerpen, dan novelnya
yang pernah dimuat dibeberapa media masa. Ajaran orangtuanya sejak kecil dan
kehidupannya yang penuh dengan nilai-nilai dan aturan yang disiplin.
Achmad Munif dalam Novel Perempuan Jogja berbicara secara
spesifik tentang kehidupan Perempuan Jogja berbicara secara spesifik tentang
kehidupan Perempuan Jogja. Meskipun ada tokoh-tokoh dari luar yang dilahirkan,
namun mereka malah digunakan untuk memperlihatkan pandangan masyarakat tentang
kegiatan sehari-hari kehidupan Perempuan di Yogyakarta. Perempuan yang
digambarkan adalah perempuan ynag sopan santun, tunduk pada peraturan suami,
menghargai dan menghormati orang yang lebih tua, baik yang mengerti tentang
tata karma. Hal tersebut dapat dilihat seperti pada tokoh Rukmanti yang penulis
gambarkan pada Novel Perempuan Jogja karya Achmad Munif.
5.
Berdagang
sastra
Jika
melihat permintaan pasar dan pembaca, banyak sekali karya sastra yang saat ini
sedang diburu. Entah sekedar mengikuti tren
atau benar-benar ingin menikmati karya sastra. Perempuan Jogja awalnya dicetak
pada tahun 2006, tetapi kembali dicetak lagi pada tahun 2012. Hal ini
menunjukan bahwa permintaan pasar mengenai bacaan karya sastra sangat kurang
ragamnya. Selain itu nilai plus tersendiri dari novel perempuan jogja adalah
bagaimana Achmad Munif mengangkat tema perempuan yang berlatar di Yogyakarta.
Novel ini banyak dicari sebenarnya bukan karena mengikuti perkembangan dan
permintaan pasar karya sastra Indonesia, tetapi karena nilai-nilai dan cerita
yang ada di dalamnya sangatlah menarik untuk dibaca. Mengangkat kebudayaan, dan
bagaimana seorang wanita harus benar-benar menjadi seorang wanita yang tunduk
dan patuh kepada suami. Jadi kenapa novel ini dicetak ulang mungkin karena isi
yang terkandung di dalamnya memang benar-benar sangat menarik dan layak untuk
dibaca.
Sebagai
pembaca juga seharusnya harus bisa aktif, tidak hanya sebagai penikmat karya
sastra saja. Aktif menjadi pengkritik karya sastra yang sudah dibacanya, tidak
hanya hanyut dan larung terhadap alur dan cerita yang di kemas oleh pengarang.
Kebanyakan pembaca hanya menerima mentah-mentah apa yang dibacanya tanpa pikir
panjang, merasa bahwa novel yang dibaca cocok dengan dirinya sudah begitu tanpa
melihat sudut pandang yang lain.
D.
Saran
Untuk
menyempurnakan novel ini, sebaiknya pengarang harus bisa mempertimbangkan
pembaca. Bagaimana setting tempat yang digunakan dan tema yang diangkat
merupakan minoritas. Alangkah akan lebih baik ketika pengarang bisa membuat
novel menjadi lebih objektif dan universal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar