POLISEMI
A.
Pengertian Polisemi
Polisemi
berasal dari bahasa Yunani kuno poly artinya banyak dan sema artinya
tanda. Polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, bisa juga
frase) yang memiliki makna lebih dari satu (Chaer, 2009:101). Menurut Pateda
(2010:214) polisemi adalah kata yang mengandung makna lebih dari satu atau
ganda. Polisemi merupakan suatu unsure
fundamental tutur manusia yang dapat muncul dengan berbagai cara (Stephen Ullmann). Jadi, polisemi adalah suatu kata dan frasa mempunyai
beberapa makna yang sangat erat hubungannya.
B.
Sumber dan Faktor Penentu Polisemi
Ada
lima sumber polisemi, empat diantaranya terletak pada bahasa yang bersangkutan
sedangkan yang satu lagi mucul dari pengaruh bahasa asing. (Stephen Ullmann)
1. Pergeseran
Penggunaan
Pembicaraan
tentang bentuk-bentuk kekaburan dalam makna, kata mempunyai sejumlah
segi yang berbeda-beda sesuai dengan konteks tempat itu digunakan. Sebagian
dari segi ini mungkin bersifat sementara, tetapi sebagian lagi dapat berkembang
menjadi perbedaan makna yang permanen, dan karena senjang antar segi-segi yang
berbeda-beda ini melebar, maka kadang-kadang orang dapat memandangnya sebagai
dua makna yang berbeda dari kata yang sama. Di dalam kamus berbagai tingkatan
makna dibedakan secara sistematis, tetapi dalam kenyataan tingkat-tingkat itu
saling berkaitan.
Pergeseran
penggunaan terutama tampak mencolok dalam penggunaan adjektiva, karena
adjektiva cenderung berubah maknanya sesuai dengan nomina yang diterangkan.
Contohnya, misalnya adjektiva handsome
yang dalam perjalanan sejarahnya telah dipakai dalam makna-makna berikut, yang
dikelompokkan sesuai dengan nomina yang diacu.
Orang: 1 )cakap,
2) layak, 3) indah
Benda
konkret:1) mudah ditangani, 2) ukuran
yang pas, 3) indah dan mulia, 4) sopan
Tingkah
laku, tutur: cerdas
Tabiat:
1) pantas, 2) jantan, 3) murah hati
Ukuran,
jumlah: 1) lumayan, 2) liberal
Sebagian besar makna tersebut muncul
akibat pergeseran penggunaan, walaupun faktor lain seperti penggunaan kias
mungkin saja ikut berperan. Memang tidak semua makna hidup terus. Contoh lain
dalam bahasa Indonesia adalah pada verba makan
yang semula hanya untuk manusia dan binatang, itu juga dengan cara dan proses
yang berbeda-beda. Akibat faktor kias,, verba itu kadang-kadang dipakai untuk
benda, misalnya remmnya tidak makan,
jarinya dimakan besi; dan pada manusia dengan makna berbeda, seperti seorang bapak makan anak kandungnya sendiri.
Kata yang awalnya digunkan untuk makan benda-benda yang masuk mulut dan
perut, sekarang dipaki juga untuk benda-benda lain.
2. Spesialisasi
dalam lingkungan social
Michel Bréal tertarik
pada kenyataan bahwa polisemi sering
muncul melalui semacam penyingkatan verbal. Ia mengemukakan bahwa “ dalam
setiap situasi, dalam setiap lingkungan dagang dan profesi, ada suatu gagasan
tertentu yang selalu hadir dalam benak seseorang, begitu jelasnya, sehingga
tampak tidak perlu lagi dinyatakan jika orang itu sudah bertutur.” Contohnya,
kata operasi bagi seorang dokter
menghadirkan hal-hal seperti penyakit, ruang dan pisau bedah, dan sebagainya,
tetapi bagi seorang militer kata itu selalu disangkutkan dengan hal hal seperti
musuh, serangan, tembak-menembak, dan sebagainya. Sedangkan, bagi pencopet dan
pencuri, kata tersebut mengacu kepada perilaku mereka dalam melakukan
kejahatan.
Suatu
bentuk ekstrem spesialisasi tercapai manakala sebuah nomina betul-betul menjadi
nama diri yang mengacu kepada satu objek pada suatu lingkungan tertentu.
3. Bahasa
figuratif (kiasan)
Sebuah
kata dapat diberi dua atau lebih pengertian yang bersifat figurative tanpa
menghilangkan makna orisinilnya: makna yang lama dan yang baru tetap hidup
berdampingan sepanjang tidak ada kekacauan makna. Contonya kata mata yang dapat dipakai untuk lingkup
yang sangat luas disamping acuannya pada organ tubuh. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendaftar ada enam makna disamping
makna asli, sebagiannya ialah makna kias:
a. Sesuatu
yang menyerupai mata: mata jarum
b. Bagian
yang tajam pada alat pemotong: mata pisau
c. Sela
antara dua baris: pada mistar
d. Tempat
tumbuh tunas: mata tunas (pada dahan,
ubi)
e. Sesuatu
yang menjadi pusat: yang ditengah-tengah benar
f. Yang
terpenting: mata pencaharian
Ada pula penggunaan lain yang dikutip
dalam kamus, yaitu kata mata diterapkan
kepada gejala-gejala abstrak, seperti mata
pelajaram, mata kuliah, mata acara, atau yang lebih abstrak: mata hati, mata batin.
Ada polisemi yang serupa dengan
didasarkan pada metafora, ketika kita berbicara tentang mulut sungai, mulut meriam, atau ketika berbicara tentang hal-hal
abstrak seperti menangani masalah,
bergelut dengan kemiskinan, dan menikmati
perjuangan. Kemungkinan transposisi metaforis ini adalah fundamental bagi bekerjanya
bahasa.
Tentu saja metafora yang muncul
didasarkan atas adanya kesamaan-kesamaan, bukanlah satu-satunya penyebab
polisemi. Metonimi yang muncul tidak
didasarkan atas kesamaan melainkan didasarkan atas kaitan-kaitan tertentu
antara dua buah makna, bisa juga bertindak sebagai metafora itu.
4. Homonim-homonim
yang diinterpretasikan kembali
Jika
dua buah kata mempunyai bunyi yang identik dan perbedaann maknanya tidak begitu
besar, kita cenderung untuk memandangnya sebagai dua kata dengan dua
pengertian. Secara historis ini adalah masalah homonimi karena dua kata berasal
dari sumber yang berbeda. Akan tetapi, generasi yang lebih muda biasanya tidak
menyadari etimologi serupa itu, dank arena itu hanya menghubungkan kata-kata
hanya atasa dasar segi psikologis. Dengan kata lain, yang dulunya homonimi,
kemudian diinterpretasikan sebagai polisemi karena ketidaktahuan aka nasal-usul
kata yang berhomonimi itu.
Jenis
polisemi ini memang sangat jarang ada dan sebagian besar contoh yang ada agak
meragukan, menurut Bloomfield, “tingkat kedekatan makna bukanlah jaminan ukuran
yang tepat.” Bloomfield mengemukakan bahwa pada pasangan-pasangan homonym
berikut ini anggota yang kedua dipandang sebagai sebuah makna marginal atau
makna alihan dari yang pertama:
Corn `gandum’ à
Inggris Kuna corn corn ’pelubang jari kaki’ ß
Prancis Kuna corn
(Prancis
modern cor) ß
Latin cornu
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karya Poerwadarminta, hominimi
ditunjukkan dengan menggunakan angka Romawi besar (I, II, dst.,) sedangkan
polisemi ditunjukkan dengan menggunkan angka arab (1, 2, 3, dst).
5. Pengaruh
asing
Salah satu cara masuknya pengaruh asing
ke dalam suatu bahasa adalah dengan mengubah makna yang ada dalam suatu kata
asli. Kadang-kadang makna pinjaman tersebut mendesak kata yang lama, misalnya
kata parlement dalam bahasa Perancis semula berarti
‘berbicara’ (berasal dari kata parler ‘berbicara’).
Kemudian kata itu mempunyai arti ‘dewan yudisial’ karena pengaruh kata Inggris parliament yang berarti ‘dewan
legislatif’, yang menjadi satu-satunyamakna yang berlaku sekarang.
Peminjaman makna ini frekuensinya akan
sangat tinggi jika ada hubungannya atau kontak akrab dengan dua bahasa, yang
salah satunya berperan sebagai model dari yang lain. Misalnya pada masa awal
kedatangan agama Kristen dimana bahasa Hibrani (kaum Yahudi) lalu menjadi
sangat berpengaruh pada bahasa Yunani, kemudian juga pada bahasa latin.
Dalam kitab injil, kata Hibrani ml’k ‘utusan, nabi’ sering dipakai dalam
pengertian ‘bidadari, malaikat’. Karena dalam bahasa Yunani tak ada kata untuk
‘bidadari, malaikat’, maka para penerjemah kitab Injil menyalin polisemi kata
Hibrani itu dengan menggunakan kata yang berarti ‘utusan, nabi’ dalam
pengertian ‘bidadri, malaikat’. Dalam bahasa Yunani kata itu masuk dalam bahasa
Latin dan akhirnya menjadi istilah internasional: bahasa Inggris angel.
Di Indonesia, bahasa Arab sangat
berpengaruh terhadap bahasa Melayu, pada suatu lain bahasa Belanda sangat
dominan, dan kini bahasa Inggris, dan pada tingkat tertentu juga bahasa daerah,
terutama bahasa Jawa.
Jenis polisemi tidak terlalu terbatas
pada kontak antara dua bahasa tertentu. Banyak peminjaman makna yang mempunyai
jangkauan internasional yang luas, dengan saling mengkopi ungkapan atau meniru
sebuah kata yang dijadikan model umum.
Diantara lima jenis polisemi tersebut,
dapat dikatakan bahwa ketiga jenis pertama, yaitu pergeseran penggunaan,
spesialis makna, dan penggunaan kiasan adalah jenis yang paling penting; yang
keempat (interpretasi kembali atas homonim) sangat jarang terjadi, dan yang
kelima (peminjaman makna) meskipun cukup umum terjadi dalam situasi-situasi
tertentu, bukan merupakan proses biasa dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Pateda
(2010:214) polisemi terjadi, karena:
- Kecepatan melafalkan kata.
à Misalnya kata ban
tuan dan bantuan. Apakah ban kepunyaan tuan, atau bantuan?
- Faktor gramatikal.
à Misalnya kata yang
pemukul dapat bermakna alat yang digunakan untuk memukul atau
orang yang memukul.
- Faktor leksikal.
à Sebuah kata yang
mengalami perubahan pemakaian dalam ujaran yang mengakibatkan munculnya makna
baru. Misalnya kata makan biasanya digunakan dengan kegiatan manusia
atau binatang memasukkan sesuatu ke dalam perut, tetapi kini muncul
urutan kata rem tidak makan, makan angin, pagar makan tanaman dan
lain-lain.
à Digunakan pada
lingkungan yang berbeda, misalnya kata operasi dalam bidang militer
berbeda dengan operasi dalam bidang kesehatan.
à Karena metafora,
misalnya kata mata yang makna intinya adalah alat yang digunakan
untuk melihat, tetapi karena kesamaan makna munculah urutan kata mata
pedang, mata pelajaran, mata pencaharian dan lain-lain.
- Faktor pengaruh bahasa asing.
à Misalnya kata
rencana digunakan untuk menggantikan kata planning.
- Faktor pemakai bahasa yang ingin menghemat penggunaan kata.
à Maksudnya dengan
satu kata, pemakai bahasa dapat mengungkapkan berbagai ide atau perasaan yang
terkandung di dalam hatinya. Misalnya kata mesin yang biasa digunakan
untuk menjahit mesin jahit. contoh lain yaitu mesin mobil, mesin
pesawat terbang dan lain-lain.
C.
Contoh Polisemi
Misalnya kata ‘kepala’ dalam bahasa Indonesia
memiliki makna yaitu:
1.
Bagian dari leher
keatas, seperti terdapat pada manusia dan hewan;
2.
Bagian dari suatu
yang terletak di sebelah atas atau depan dan merupakan hal yang paling terpenting
seperti pada kepala susu, kepala meja, kepala kerata api;
3.
Bagian dari suatu
yang berbentuk bulat seperti kepala, kepala paku dan kepala jarum;
4.
Pemimpin atau ketua
seperti pada kepala sekolah, kepala kantor, kepala stasiun;
5.
Jiwa atau orang seperti
dalam kalimat, setiap kepala menerima sembako beras seberat 5 kilo;
6.
Akal budi seperti
dalam kalimat. Badannya besar tetapi kepalanya kosong.
D.
Perkembangan Polisemi
Perkembangan polisemi berkaitan dengan perkembangan
bahasa dan berhubungan pula dengan perkembangan pemikiran pemakai bahasa.
Polisemi jika digambarkan sebagai berikut:
Maksud di atas adalah pada suatu ketika kata tertentu
hanya bermakna X, lalu pada perkembangan berikutnya akan bertambah dengan makna
Y, dan seterusnya. Dengan kata lain makna berubah, bertambah, meluas secara
bergelombang. Makna dasar berkembang dan bertambah. Hal itu seperti telah
dikatakan di atas karena perkembangan pemikiran manusia sebagai pemakai bahasa.
E.
Permasalahan Polisemi
Homonim ialah dua ujaran dalam bentuk kata yang sama
lafalnya dan atau sama ejaan atau tulisannya, tetapi memiliki makna yang
bebeda. Sementara polisemi memiliki arti satu ujaran dalam bentuk kata yang
mempunyai makna berbeda-beda, tetapi masih ada hubungan dan kaitan antara
makna-makna yang berlainan tersebut.
Contoh:
1)
Wajahnya menjadi
bercak-bercak hitam terkena efek
dari sinar matahari.
2)
Dita menangis
karena efek permainan film di layar
kaca.
3)
Bursa efek di
Indonesia masih didominasi warga Tiongha.
Analisis:
Kata efek pada kalimat 1 dan 2 adalah polisemi karena kata-kata tersebut
berkaitan makna yaitu sama-sama berarti pengaruh. Sedangkan efek pada kalimat 3
(berarti surat-surat berharga yang diperdagangkan) tidak berkaitan dengan kata
efek pada kalimat 1 dan 2 sehingga antara kata efek pada kalimat 3 dengan kata
efek pada kalimat 1 dan 2 bisa dikatakan berhomonim.
Bagan Perbedaan Polisemi dan Homonim.
No
|
Polisemi
|
Homonim
|
1
|
Berasal dari satu kata.
|
Berupa dua kata atau lebih.
|
2
|
Ada hubungan makna.
|
Tidak ada hubungan makna.
|
3
|
Digunakan secara konotatif, kecuali kata induknya.
|
Digunakan secara denotatif.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar