Rabu, 25 Mei 2016

TUHAN DIAM BELAKA (AHMAD TOHARI)



Tuhan Diam Belaka

Oleh Ahmad Tohari

            Seorang pemuda dalam perjalanan menuju suatu tempat. Belum sampai ke tujuan, waktu magrib telah masuk. Maka dia menghentikan sepeda motornya dekat sebuah surau di tepi jalan. Kebetulan di sana siap ditegakkan jamaah magrib oleh beberapa orang lelaki, anak-anak dan perempuan. Seorang lelaki tua bertindak sebagai imam.
            Si pemuda cepat mengambil air sembahyang dan segera bergabung dengan para jamaah dan mengikuti salat magrib sejak rakaat pertama. Namun kelihatan benar pemuda tersebut tidak khusuk dalam salatnya. Ia kelihatan gelisah sepanjang salatnya.
            Dan salat jamaah pun usai. Namun si pemuda berdiri kembali dan bertakbir-ikhram. Orang-orang di surau itu mengira pemuda tadi hendak menegakkan salat ba’da magrib. Namun para jamaah jadi ragu karena si pemuda salat dengan tiga rakaat. Setahu mereka salat sunnah ba’da magrib hanya dua rakaat.
            “Salat sunnah Anda kelebihan satu rakaat,” kata seorang jamaah sambil tersenyum.
            “Oh, aku tidak salat sunnah. Yang baru saja aku lakukan adalah salat magrib,” jawab si pemuda dengan yakin.

            “Tetapi bukankah Anda sudah salat magrib berjamaah bersama kami?”
            “Benar. Namun aku menganggap salat magrib kalian tidak benar. Maka aku merasa harus mengulang salat magribku.”
            “Tidak benar?”
            “Ya.”
            Maka si pemuda menyebutkan beberapa hal dalam salat magrib mereka yang dianggapnya tidak benar, tidak sesuai dengan keyakinan yang diamalkannya selama ini. Selesai menyebut hal-hal yang dianggapnya tidak benar itu si pemuda balik bertanya, mengapa para jamaah di situ tetap beribadah dengan cara-cara yang ‘keliru’ itu.
            Mendengar pertanyaan demikian para jamaah terpana. Mereka tersinggung. Pembicaraan yang semula santai lambat laun berubah panas dan nyaris meletup menjadi perdebatan. Ketika itulah lelaki tua yang menjadi imam menghentikan zikirnya, lalu membalikkan badan menghadap para jamaah dan si pemuda. Ia tersenyum. Kata-kata yang kemudian diucapkannya terdengar datar.
            “Soal salat kok diperdebatkan? Apa sih untungnya?”
            “Karena salat harus dilakukan seperti Nabi salat. Bila tidak, salat yang mana saja akan tertolak,” kata si pemuda.
            “Ya, semua orang ingin salat seperti Nabi salat. Yang sulit adalah memperoleh jaminan bahwa seseorang telah melakukan salat seperti yang dilakukan Nabi. Paling-paling, masing-masing orang atau jamaah boleh merasa yakin, bahwa amalnya sesuai dengan tuntunan Nabi, namun tak boleh menghakimi amal saudaranya yang lain. Ini menyangkut masalah keyakinan dimana sesama pencari kebenaran tak boleh saling menghakimi karena hal itu semata-mata hak Allah.”
            “Tetapi kan ada dalil-dalil sebagai patokan amal?”
            “Ya tentu. Dalil yang berupa ayat Qur’an adalah mutlak. Dan sunnah Nabi diriwayatkan oleh orang-orang yang mulia. Namun ketika kita memahami kedua macam dalil tersebut hasilnya adalah sesuatu yang nisbi. Dengan demikian kita tidak boleh punya keyakinan bahwa amal kita mutlak benar dengan akibat amal orang lain pasti salah.”
            Suasana di surau jadi lengang. Lelaki tua itu tersenyum. Lalu bangkit dan meletakkan tangannya di atas pundak pemuda itu.
            “Anda adalah pemuda yang cerdas dan tentu saja kami harus menghargai keyakinan Anda. Dan kita tak perlu mempermasalahkan perdebatan kecil dalam cara peribadatan kita.”
            Pemuda itu mengangguk-angguk.
            “Ya. Dan memutlakkan pendapat sendiri dalam beribadah baru saja terbukti menjadi penyebab bubrahnya jamaah kita. Memang kita tak perlu sama persis karena hal itu mustahil tercapai. Toh Tuhan sendiri diam belaka, baik ketika disembah dengan cara Anda maupun cara kami. Itu pertanda amal kita masing-masing diterima-Nya, Insya Allah.” ** (Tuhan Diam Belaka, hal. 20-22)

Tohari, Ahmad. 1996. Berhala Kontemporer, Renungan Lepas Seputar Agama, Kemanusiaan dan Budaya Masyarakat Urban. Surabaya: Penerbit Risalah Gusti.

TUGAS KELAS X BAHASA INDONESIA WAJIB (SMATAQ)

Dalam upaya untuk tetap melaksanakan kegiatan belajar mengajar di SMA Takhassus Al-Qur'an via daring, maka berikut tugas untuk kelas X b...