BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perbedaan
pemahaman merupakan suatu fenomena yang sudah ada sejak terbentuknya komunitas
manusia, sekecil apa pun komunitas itu. Perbedaan tersebut dapat meliputi
seluruh aspek kehidupan termasuk agama dan keyakinan. Al-Qur’an mengakui
keniscyaan perbedaan antara lain dengan firman-Nya:
وَ
لَوْ شاءَ اللهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً واحِدَةً وَ لكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ في ما آتاكُمْ
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْراتِ إِلَى اللهِ مَرْجِعُكُمْ جَميعاً فَيُنَبِّئُكُمْ بِما
كُنْتُمْ فيهِ تَخْتَلِفُونَ
“Sekiranya
Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikanmu satu umat (saja). Tetapi Allah
hendak mengujimu terhadap pemberian-Nya kepadamu. Maka berlomba-lombalah
berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu Dia
beritahukan kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,”(QS. Al-Ma’idah
[5]: 48). (Quraish Shihab, 2007).
Di
dalam Islam perbedaan telah ada sejak zaman Rasulullah SAW, Namun setiap
perbedaan pendapat dan permaslahan umat yang muncul dapat langsung diselesaikan
melalui beliau. Selanjutnya ketika Rasulullah telah tiada, maka beberapa
perbedaan dikalangan umat Islam ketika itu mulai bermunculan. Mulai dari
masalah pemerintahan sampai akhirnya berujung pada aliran keagamaan dalam
islam. Dan salah satu aliran yang ada dalam islam adalah salafi yaitu suatu
aliran yang mengajarkan syariat secara murni tanpa adanya tambahan dan
pengurangan, berdasarkan syariat yang ada pada generasi Muhammad SAW dan para
sahabat, setelah mereka dan orang-orang setelahnya. Pada kesempatan kali ini
penulis mencoba untuk memaparkan skelumit tentang salah satu aliran yang ada
dalam islam ini yaitu; salafi.
Dalam
pembahasan ini penulis membatasi topik dengan dengan memformulasikan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apa
definisi kata salafi baik secara etimologi maupun terminologi ?
2. Siapa tokoh pendiri ajaran salafi ?
3. Apa pokok ajaran dasar salafi ?
4. Sejarah masuknya salafi ke Indonesia ?
C. Tujuan Penulisan
Berkaitan
dengan rumusan masalah di atas, penulisan makalah ini bertujuan sebagai
berikut:
1. Mengetahui definisi kata salafi baik
secara etimologi dan terminologi.
2. Mengetahui siapa tokoh pendiri ajaran
salafi.
3. Mengetahu pokok ajaran salafi.
4. Mengetahui sejarah masuknya salafi ke
Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Salafi
adalah satu aliran dalam agama Islam yang mengajarkan syariat secara murni
tanpa adanya tambahan dan pengurangan, berdasarkan syariat yang ada pada
generasi Muhammad dan para sahabat, setelah mereka dan orang-orang setelahnya.
Arti
salaf secara bahasa adalah pendahulu bagi suatu generasi. Sedangkan dalam
istilah syariah islamiyah as-salaf itu ialah orang-orang pertama yang memahami,
mengimami, memperjuangkan serta mengajarkan islam yang diambil langsung dari
shahabat Nabi SAW, para tabi'in (kaum mukminin yang mengambil ilmu dan
pemahaman/murid dari para shahabat) dan para tabi'it tabi'in (kaum mukminin
yang mengambil ilmu dan pemahaman/murid dari tabi'in). istilah yang lebih
lengkap bagi mereka ini ialah as-salafus shalih. Selanjutnya pemahaman
as-salafus shalih terhadap Al-Qur'an dan Al-Hadits dinamakan as-salafiyah.
Sedangkan orang islam yang ikut pemahaman ini dinamakan salafi. Demikian pula
dakwah kepada pemahaman ini dinamakan dakwah salafiyyah.
Salafi
melihat tiga generasi pertama dari umat Islam, yaitu Muhammad SAW dan
sahabat-sahabatnya, dan dua generasi berikut setelah mereka; Tabi'in dan Taba
'at-Tabi'in, sebagai contoh bagaimana Islam harus diperlakukan. Prinsip ini
berasal dari hadits Nabi Muhammad SAW:
“Orang-orang
dari generasi yang terbaik, maka orang-orang yang mengikuti mereka, kemudian
yang mengikuti kedua (yakni tiga generasi pertama dari umat Islam)”.
Salafi
umumnya menisbatkatkan kepada mahdzab Imam Ahmad Bin Hambali dan kemudian
rujukan pemikiran Ibnu Taimiyah. Maka Salafi masih dikategorikan Ahlusunnah Wal
Jama’ah. Salafi juga terkadang digunakan untuk merujuk dengan paham Wahabi
meskipun yang kedua lebih dapat dijelaskan sebagai sub-sekte, Penganut salafi
biasanya menolak istilah ini karena dianggap bersifat merugikan karena mereka
percaya bahwa Muhammad ibn Abd al-Wahhab tidak mendirikan pengajaran agama baru
dalam pemikiran atau pengembangan diri.
B. Tokoh Salafi
Tokoh
yang paling pantas dianggap sebagai pejuang salaf adalah Ibnu Taimiyah. Adapun
nama lengkap adalah Abdul Abbas Taqiuddin Ahmad bin Abdus Salam bin Abdullah
bin Taimiyah al Harrani (lahir: 22Januari 1263/10 Rabiul Awwal 661 H, wafat:
1328/20 Dzulhijjah 728 H), adalah seorang pemikir dan ulama Islam dari Harran,
Turki.
Ibnu
Taymiyyah berpendapat bahwa tiga generasi awal Islam, yaitu Rasulullah Muhammad
SAW dan sahabat Nabi, kemudian Tabi’in yaitu generasi yang mengenal langsung
para sahabat Nabi, dan Tabi’ut tabi’in yaitu generasi yang mengenal langsung
para Tabi’in, adalah contoh yang terbaik untuk kehidupan Islam.
C. Ajaran Salafi
Pokok
ajaran dari ideologi dasar Salafi adalah bahwa Islam telah sempurna dan selesai
pada waktu masa Muhammad SAW dan sahabat-sahabatnya, oleh karena itu tidak
dikehendaki inovasi yang telah ditambahkan pada abad nanti karena material dan
pengaruh budaya. Paham ideologi Salafi berusaha untuk menghidupkan kembali
praktik Islam yang lebih mirip agama Muhammad selama ini.
Salafi
sangat berhati-hati dalam agama, apalagi urusan aqidah dan fiqh. Salafi sangat
berpatokan kepada as salafus sholeh. Bukan hanya masalah agama saja mereka
perhatikan, tetapi masalah berpakaian, salafi sangat suka mengikuti gaya
berpakaian seperti zaman as salafus sholeh seperti memakai sorban atau gamis
bagi laki-laki atau memakai celana-celana menggantung, dan juga memakai cadar
bagi kebanyakan wanita salafi.
Ibnu
Taimiyyah dalam bukunya Minhaj
as-sunnah dengan tegas menolak metode
rasional Mu’tazilah yang menetapkan adanya harmoni (kesesuaian) naql (transferensi)
dengan ‘aql (nalar). Apabila terjadi kontroversi antara keduanya, maka yang
digunakan adalah nalar dengan melakukan interpretasi alegoris (ta’wil) terhadap
naql (transferensi). Ibnu Taimiyyah menawarkan metode alternatif, yaitu
harmonitas rasional yang jelas dengan periwayatan yang valid. Maka, jika
terjadi kontraversi diantara nalar dan naql, ia menyerahkan (penyelesaian) pada
naql karena yang mengetahuinya hanyalah Allah semata.
Epistemologi
Ibnu Taimiyyah tidak mengizinkan terlalu banyak intelektualisasi, termasuk
menolak interpretasi (ta’wil), sebab baginya dasar ilmu pengetahuan manusia
terutama ialah fitrahnya. Dengan fitrah-nya itu manusia mengetahui tentang baik
dan buruk, dan tentang benar dan salah.
Fitrah
yang merupakan asal kejadian manusia, yang menjadi satu dengan dirinya melalui
intuisi, hati kecil, hati nurani, dan lain-lain, diperkuat oleh agama yang
disebut sebagai fitrah yang diturunkan, maka metodologi kaum kalam baginya
adalah sesat.
D. Tiga Pokok Ajaran Salafi
1. Keesaan dzat dan sifat Allah, Salaf
menegaskan bahwa sifat-sifat, nama-nama, perbuatan dan keadaan Allah adalah
seperti yang tersebut dalam Al-qur’an dan hadis dimaknai sebagaimana arti
lahiriyahnya (tapi menghindari penafsiran secara indrawi) dengan batasan,
keadaan-Nya berbeda dengan makhluk-Nya (mukhalafatu lil khawaditsi ), karena
Tuhan itu suci dari sesuatu yang ada
pada makhluknya. Dengan arti lain, bahwa pemahaman yang digunakan ialah
diantara “ta’thil” (peniadaan sifat) sama sekali dan “tasybih” (penyerupaan
Tuhan dengan makhluknya).
2. Keesaan penciptaan oleh Allah, bermakna
bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah itu merupakan karya Allah mutlak,
tanpa sekutu dalam penciptaannya, tiada yang merecoki kekuasaannya, segala
sesuatu datang dari pada-Nya, dan segala sesuatu kembali kepada-Nya. Dari
kajian ini, maka timbul persoalan baru apakah perbuatan manusia itu “jabbar”
(determinasi) yang merupakan produk naql dan menolak atas praksis akal, atau
“ikhtiari” (liberasi) yang merupakan produk akal dan interpretasi
alegotis-metaforis terhadap naql (wahyu). Mereka mengambil sikap dan pemahaman
antara paham mu’tazilah dan asy’ariyah .
3. Keesaan ibadah kepada Allah, dimaksudkan
adalah bahwa ibadah tidak dihadapkan serta dilaksanakan kecuali kepada Allah,
dengan secara ketat mengikuti ketentuan syara’ dan tidak didorong oleh tujuan
lain, kecuali untuk dan sebagai sikap taat serta pernyataan syukur kepada-Nya.
Kajian ibadah tidak dimasudkan untuk melihat sah-batalnya dan tidak pula dalam
tinjauan rukun dan syaratnya, tetapi yang dikehendaki adalah ada tidaknya jiwa
tauhid didalam ibadah (ritual) itu.
Konsekwensi
dimasukkan ibadah dalam kajian teologi kaum salaf melahirkan tindakan praksis
yaitu: pelarangan mengangkat manusia
(hidup atau mati) sebagai perantara (wasilah) kepada Tuhan atau dengan
kata lain dilarang bertawassul, larangan memberi nazar kepada kuburan atau
penghuninya atau penjaganya, dan larangan ziarah kubur orang saleh dan para
nabi.
E. Sejarah Masuknya Salfi ke Indonesia
Salafi
di Indonesia banyak dipengaruhi oleh ide dan gerakan pembaruan yang dilancarkan
oleh Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab di kawasan Jazirah Arabia. Menurut Abu
Abdirrahman al-Thalibi, ide pembaruan ibn ‘Abd al-Wahhab diduga pertama kali
dibawa masuk ke kawasan Nusantara oleh beberapa ulama asal Sumatra Barat pada
awal abad ke-19. Inilah gerakan salafiyah pertama di tanah air yang kemudian
lebih dikenal dengan gerakan padiri. Yang salah satu tokoh utamanya adalah
Tuanku Imam Bonjol. Gerakan ini sendiri berlangsung dalam kurun waktu 1803
hingga sekitar 1832. Tapi, Ja’far Umar Thalib mengklaim, dalam salah satu
tulisannya, bahwa gerakan ini sebenarnya telah mulai muncul bibitnya pada masa
Sultan Aceh Iskandar Muda (1603-1673).
Ditahuan
80-an, dengan maraknya gerakan kembali kepada islam di berbagai kampus di Tanah
air- mungkin dapat dikatakan sebagai tonggak awal kemunculan gerakan Salafi di
Indonesia. Adalah Ja’far Umar Thalib salah satu tokoh utama yang berperan dalam
hal ini. Disamping Ja’far Thalib, terdapat beberapa tokoh lain yang dapat
dikatakan sebagai penggerak awal gerakan salfi di Indonesia, seperti: Yazid
Abdul Qadir Jawwaz (Bogor), Abdul Hakim Abdat (Jakarta), Muhammad Umar As-Sewed
(Solo), Ahmad Fais Asifuddin (solo), dan Abu Nida (Yogyakarta). Nama-nama ini bahkan
kemudian tergabung dalam dewan redaksi Majalah As-Sunnah majalah gerakan Salafi
Modern pertama di Indonesia, sebelum mereka kemudian mereka berpecah beberapa
tahun kemudian.
Adapun
tokoh-tokoh luar Indonesia yang paling berpengaruh terhadap gerakan salafi ini
selain Muhammad ibn A’bd al-Wahhab antara lain adalah :
1. Ulama-ulama Saudi Arabia secara umum
2. Syekh Muhammad Nasir al-Din al-Albany di
Yordania
3. Syekh Rabi al-Madkhaly di madinah
4. Syekh Muqbil al-Wadi’iy di Yaman
Ketiga
tokoh ini dapat dikatakan sebagai sumber inspirasi utama gerakan ini. Dan jika
dikerucutkan lebih jauh, maka tokoh kedua dan ketiga secara lebih khusus banyak
berperan dalam pembentukkan karakter gerakan ini di Indonesia. Ide-ide yang
berkembang dikalangan Salafi tidak jauh berputar dari arahan, ajaran dan fatwa
kedua tokoh tersebut : Syekh Rabi’ al-Madkhaly dan Syekh Muqbil al-Wadi’iy.
Kedua tokoh inilah yang kemudian memberikan pengaruh besar terhadap munculnya
gerakan Salafi ekstrem atau meminjam istilah Abu Abdirrahman al-Thalibi yang
disebut dengan gerakan Salafi Yunani.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Salafi
merupakan salah satu aliran dalam islam yang mengajarkan islam secara murni
tanpa adanya penambahan dan pengurangan. Salafi menyandarkan prinsip ajarannya
pada tiga generasi yaitu; Muhammad SAW dan sahabat-sahabatnya, dan dua generasi
berikut setelah mereka; Tabi'in dan Taba 'at-Tabi'in, sebagai contoh bagaimana
Islam harus diperlakukan. Salafi dalam masalah fiqh berkiblat pada mazhab Imam Ahmad
Bin Hambali, sehingga salafi masih dikategorikan sebagai Ahlusunnah Wal
Jama’ah.
Ibnu
Taymiyyah merupakan tokoh salafi yang paling berpengaruh dalam perkembangan
ajaran salafi. Ia menegaskan bahwa jika terjadi pertentangan antara aql dan
naql maka yang harus diutamakan adalah naql karena yang lebih tahu adalah Allah
dan Rasulnya.
Salafi
memiliki tiga pokok ajaran dasar yaitu : Keesaan dzat dan sifat Allah, Keesaan
penciptaan oleh Allah, dan Keesaan ibadah kepada Allah. Sehingga konsekwensi
dimasukkannya ibadah dalam kajian teologi kaum salaf melahirkan tindakan
praktis yaitu: pelarangan mengangkat manusia
(hidup atau mati) sebagai perantara (wasilah) kepada Tuhan atau dengan
kata lain dilarangnya bertawassul, larangan memberi nazar kepada kuburan atau
penghuninya atau penjaganya, dan larangan ziarah kubur orang-orang saleh dan
para nabi.
Salafi
masuk ke Indonesia banyak di pengaruhi ide dan gerakan pembaruan oleh ibn ‘Abd al-Wahhab di kawasan Jazirah Arabia.
Ide dan gerakan ibn ‘Abd al-Wahhab diduga masuk ke Indonesia dibawah oleh ulama
asal Sumatra Barat pada awal abad 19. Gerakan ini merupakan gerakan salafi yang
pertama di Indonesia yang kemudian di
kenal sebagai gerakan padiri yang tokoh utamanya adalah Tuanku Imam Bonjol.
B. Saran
Makalah
ini berbicara sekilas tentang salah satu aliran yang ada dalam Islam yaitu;
salafi, tentu makalah ini tidak bisa
memberikan gambaran yang sempurna tentang salafi itu sendiri di karenakan
terbatasnya referensi yang panulis miliki, sehingga penulis menyarankan bagi
mereka yang ingin mengetahui tentang salafi lebih dalam lagi diharapkan dapat
membaca buku yang menjelaskan tentang salafi secara terperinci. Dan penulis
juga ingin mengingatkan pada para pembaca untuk tidak menyikapi perbedaan
secara anarkis, apalagi dengan menggunakan kekerasan fisik. Karena perbedaan
itu merupakan suatu hal yang lumrah dalam hidup manusia sebagaimana yang
ditegaskan dalam Al-Qur’an surah
Al-Ma’idah [5]: 48.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar